Breaking News

FSO Cinta Natomas: Raksasa Tua di Celukan Bawang yang Masih Menghidupi Negara Meski Menunggu Dibubarkan

Foto: FSO Cinta Natomas telah terparkir di Pelabuhan Celukan Bawang sejak tahun 2018.

Buleleng, baliberkabar.id - Di perairan tenang Celukan Bawang, sebuah raksasa besi berusia lebih dari 50 tahun diam seperti terlupakan. Namun di balik keheningannya, FSO Cinta Natomas, kapal veteran penyokong ketahanan energi Indonesia ternyata masih bekerja dalam senyap, menyetor PNBP dan menghidupi negara di sisa-sisa usia pengabdiannya.

Tubuhnya sudah renta, catnya kusam, dan langkahnya terhenti sejak 2018. Namun FSO Cinta Natomas, kapal penampung minyak terapung yang pernah menjadi garda depan penyaluran energi nasional, belum benar-benar berhenti mengabdi. Kapal raksasa buatan 1972 itu kini menjalani masa tua di Pelabuhan Celukan Bawang, menunggu proses penghapusan aset negara, sekaligus tetap menjadi sumber pemasukan melalui setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) setiap bulan.

Selama lebih dari satu dekade, mulai 2006, Cinta Natomas menjadi tulang punggung penampungan minyak mentah Indonesia. Kapal ini pernah menyimpan lebih dari satu juta barrel minyak dari lapangan-lapangan strategis seperti CPA Mudi (Pertamina EP Sukowati Field), Pertamina EP Cepu Field, Tiung Biru, Banyu Urip, hingga Lapindo Brantas. Perannya krusial: membawa minyak mentah sebelum diolah menjadi BBM untuk kebutuhan jutaan warga.

Namun memasuki 2017, usianya mulai menagih. Mesin dan sistem pendukung melemah. Meski dilakukan berbagai upaya pemulihan dan sempat kembali bekerja selama enam bulan, hasil asesmen terakhir menyatakan kapal itu tak lagi layak beroperasi. 

“Pada 2018, kami mendapat izin dari SKK Migas, KSOP Celukan Bawang, dan PT Pelindo untuk memindahkan labuh FSO Cinta Natomas ke Celukan Bawang hingga sekarang,” ujar Chandra Sunaryo, Manager HSSE Operations Zona 11, saat ditemui jurnalis di Buleleng, Selasa (25/11/2025).

Setelah menjaga ketahanan energi nasional selama 12 tahun di perairan Tuban, kini Cinta Natomas memasuki ritual terakhirnya: proses FUPP (Formulir Usulan Pelepasan/Penghapusan Aset). Namun sebelum diserahkan kembali ke negara, ada syarat mutlak, kapal harus bersih, aman, dan bebas dari sisa minyak.

Prosesnya tidak sederhana. Ada 12 kompartemen tangki yang harus dibersihkan total, termasuk residu dan oil sludge yang sudah puluhan tahun menempel. “Kami memakai metode khusus, termasuk water treatment untuk memastikan hasil olahan liquid memenuhi baku mutu air laut. Kemiringan kapal juga kami lakukan agar residu bisa turun dan diangkat,” jelas Kapten Agus Mulyanto, Asst. Manager Offshore Terminal PT Pertamina EP Sukowati Field.

Di tengah rangkaian teknis panjang itu, ada fakta yang jarang diketahui publik: meski sudah berhenti beroperasi, Cinta Natomas masih menghidupi negara.

Menurut Staf KSOP Celukan Bawang, I Nyoman Purna, FSO ini secara rutin menyetorkan PNBP setiap bulan. “Kontribusinya masih ada sampai hari ini. Pertamina EP sangat kooperatif dalam memenuhi kewajiban mereka,” ujarnya.

Kontribusi itu bukan sekadar angka. Ia menjadi bukti bahwa aset negara, bahkan yang sudah menunggu dibubarkan sekalipun tetap punya nilai strategis. Cinta Natomas membuktikan bahwa pengabdian tidak berhenti saat mesin dimatikan.

Kapal raksasa ini mungkin segera meninggalkan panggung sejarah. Namun jejaknya, baik dalam menjaga ketahanan energi maupun menopang penerimaan negara akan tetap melekat sebagai warisan pengabdian panjangnya. (Smty)
© Copyright 2022 - Bali Berkabar