Breaking News

Pemkab Buleleng Klaim Sudah Bayar Lahan Bandara Letkol Wisnu, Kuasa Hukum Pemilik Tanah Pertanyakan Keabsahan Kwitansi

I Gede Sugiarta Widiada. Plt. Kepala BPKPD Buleleng.

Buleleng – baliberkabar.id | Menanggapi pemberitaan sebelumnya terkait klaim warga atas lahan Bandara Letkol Wisnu yang disebut belum diganti rugi sepenuhnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng akhirnya memberikan klarifikasi resmi. Jawaban ini disampaikan oleh Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) setelah sebelumnya belum memberikan tanggapan atas konfirmasi yang diajukan wartawan baliberkabar.id.

Plt. Kepala BPKPD Buleleng, I Gede Sugiarta Widiada, menjelaskan bahwa lahan seluas total 6.240 meter persegi atau 62,4 are yang menjadi bagian dari landasan Bandara Letkol Wisnu telah dibayar melalui dua tahap. Masing-masing pembayaran dilakukan pada tahun 2001 dan 2009, dengan dokumen dan bukti kwitansi yang dinyatakan sah.

“Pembayaran pertama dilakukan pada 30 Mei 2001 dan yang kedua pada 29 Desember 2009. Total luas lahan yang dibayar adalah 6.240 meter persegi. Kami anggap kewajiban pemerintah telah dipenuhi sesuai data dan dokumen yang ada,” ujar Sugiarta saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Jumat (20/6/2025).

Berdasarkan dokumen yang dirujuk Pemkab, pembayaran dilakukan terhadap tanah milik Moh. Rasyid, pemilik SHM Nomor 979 tanggal 18 Oktober 1997, dengan rincian sebagai berikut:
Kwitansi pertama sebesar Rp159 juta untuk bidang tanah seluas 3.975 m². Kwitansi kedua sebesar Rp370.498.210 untuk sisa tanah seluas 3.530 m².

Sugiarta juga menyebut seluruh proses dilakukan sesuai mekanisme yang berlaku dan objek tanah tersebut telah tercatat dalam Kartu Inventaris Barang (KIB A) milik Dinas Perhubungan, serta tengah diajukan proses sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Wirasanjaya. Kuasa hukum Moh. Rasyid.

Namun, penjelasan Pemkab ini dipertanyakan oleh pihak keluarga pemilik tanah melalui kuasa hukumnya, Advokat Wirasanjaya. Ia menyatakan bahwa dua kwitansi yang disebut tidak merujuk secara langsung pada sertifikat hak milik (SHM) milik kliennya, sehingga menimbulkan ketidakjelasan hukum atas dasar pembayaran tersebut.

“Kwitansi pertama seluas 3.975 m² tidak mencantumkan rujukan terhadap SHM. Begitu juga kwitansi kedua untuk 3.530 m². Lalu, ini sebenarnya membayar tanah yang mana?” kata Wirasanjaya.

Ia juga menyoroti ketidaksesuaian luas tanah yang dibayar. Jika kedua kwitansi dijumlahkan, maka totalnya mencapai 7.505 m² (75,05 are), padahal dalam perjanjian tukar guling yang dimiliki, kliennya berhak atas 98,1 are berdasarkan rasio 1:1,5 dari SHM miliknya yang luasnya 65,4 are.

“Masih ada selisih 23,05 are. Ke mana sisa lahan itu? Jangan-jangan karena Pemkab belum mampu memberikan sisa tanah pengganti sesuai dengan perjanjian, sehingga SHM Moh. Rasid belum diambil untuk dilakukan balik nama dan SHM tanah masih tetap berada pada pemiliknya,” ujarnya saat dimintai tanggapannya melalui saluran telepon.

Selain itu, Wirasanjaya menilai proses pembayaran tidak mencerminkan adanya pelunasan yang sah karena tidak dilengkapi akta pelepasan hak atau akta jual beli yang dilakukan di hadapan Pejabat Umum/PPAT sebagaimana diatur dalam hukum pertanahan.

“Kalau memang benar pembayaran akhir, apakah disertai dokumen notaris atau PPAT? Atau hanya untuk menghabiskan anggaran karena dibayar di akhir tahun?” tambahnya.

Wirasanjaya menegaskan, pihaknya mendesak Pemkab Buleleng membuka seluruh dokumen pendukung seperti perjanjian, berita acara pelepasan hak, dan dokumen sertifikasi secara transparan. Menurutnya, hal ini penting demi menjamin kepastian hukum sekaligus mencegah terjadinya tumpang tindih klaim atas aset negara maupun hak warga. Transaksi tanah yang dilakukan oleh Pemkab Buleleng, katanya, bukanlah transaksi yang terang dan tunai.

Mengenai tanah milik Moh. Rasid yang sedang diajukan untuk penerbitan sertifikat, Wirasanjaya menyatakan bahwa BPN Kabupaten Buleleng tidak gegabah dalam menerbitkan SHM untuk tanah yang telah memiliki SHM, apalagi pihaknya telah mengingatkan BPN secara resmi melalui surat.

Demikian tanggapan kuasa hukum Moh. Rasid. Sengketa lahan ini pun masih jauh dari usai. Kedua belah pihak bersikukuh pada argumentasinya masing-masing, dan publik kini menanti kejelasan dari pihak-pihak terkait, termasuk Badan Pertanahan Nasional serta lembaga penegak hukum jika diperlukan. (Smty)
© Copyright 2022 - Bali Berkabar