Breaking News

Sengketa SPBU dan Jurnalis di Jembrana, PPWI: Jangan Dikriminalisasi, Ingat Hak Imunitas Relatif Pers

Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., MA, Ketua Umum DPN PPWI Pusat, dan Penasehat Hukum PPWI Nasional, Ujang Kosasih, S.H., P.H.

Bali, BaliBerkabar.id – Sengketa hukum antara jurnalis lokal, Putu Suardana, dengan pengusaha SPBU di Jembrana, Anik Yahya, terus menjadi perhatian publik. Kasus ini mencuat setelah Putu Wardana mempublikasikan berita mengenai dugaan pelanggaran sempadan Sungai Ijo Gading di Desa Pendem, Jembrana, yang lokasinya berdekatan dengan sebuah SPBU. Pihak Anik Yahya kemudian melaporkan Putu Wardana dengan menggunakan ketentuan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Dalam wawancara melalui telepon pada Senin (25/8/2025), Penasehat Hukum PPWI Nasional, Ujang Kosasih, S.H., P.H., menegaskan bahwa jurnalis memiliki hak imunitas relatif ketika menjalankan fungsi kontrol sosial. Hak ini diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No.41/PUU-XI/2023 serta UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Saya sudah membaca pemberitaan terkait seorang jurnalis di Jembrana yang kini menjalani persidangan. Pasal 4 ayat (3) UU Pers dengan tegas menyatakan bahwa pers nasional berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Selama dilakukan sesuai Kode Etik Jurnalistik, jurnalis tidak dapat dikriminalisasi hanya karena ada pihak yang merasa dirugikan,” ujar Ujang Kosasih.

Ia menekankan bahwa keberatan terhadap sebuah pemberitaan seharusnya ditempuh melalui mekanisme hak jawab dan hak koreksi, bukan lewat kriminalisasi.

“Menempuh jalur penangkapan atau OTT terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik, apalagi tanpa prosedur hukum yang jelas, berpotensi melanggar hak konstitusional,” tegas Ujang.

Lebih jauh, Ujang menilai isu dugaan pelanggaran sempadan Sungai Ijo Gading adalah persoalan yang menyangkut kepentingan publik, tata ruang, serta kelestarian lingkungan.

“Wilayah sempadan sungai berkaitan langsung dengan tata ruang, lingkungan, dan keselamatan masyarakat. Jika ada jurnalis yang memberitakan temuan seperti ini, pada dasarnya ia sedang melaksanakan mandat undang-undang,” jelasnya.

Ujang juga menambahkan, Pasal 50 KUHAP menyebutkan “barang siapa melaksanakan undang-undang tidak dipidana”, sehingga jurnalis yang bekerja sesuai UU Pers seharusnya mendapatkan perlindungan hukum.

Senada dengan itu, Ketua Umum DPN PPWI Pusat, Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., MA, mengingatkan agar aparat penegak hukum tidak hanya fokus pada laporan pencemaran nama baik, tetapi juga menelusuri dugaan pelanggaran tata ruang di wilayah tersebut.

“Sengketa pemberitaan sebaiknya diselesaikan melalui Dewan Pers, bukan dengan kriminalisasi. Dan jika aparat ingin menegakkan hukum, maka penegakan itu berlaku untuk semua pihak, termasuk pada dugaan pelanggaran tata ruang oleh SPBU,” pungkasnya.

Ia menambahkan, aparat kepolisian juga semestinya menelusuri dugaan pelanggaran sempadan pantai oleh SPBU.

“Bila ditemukan pelanggaran, pihak kepolisian seharusnya menindaklanjuti, karena ini bukan semata-mata persoalan aduan,” tegas Wilson. (Smty)
© Copyright 2022 - Bali Berkabar