Breaking News

Silfester Matutina 6 Tahun Lolos Eksekusi, Vonis MA Hanya Jadi Lelucon Hukum


Jakarta, BaliBerkabar– Putusan Mahkamah Agung Nomor 287 K/Pid/2019 yang menghukum Silfester Matutina dengan pidana 1 tahun 6 bulan penjara sejak 20 Mei 2019 hingga kini tak pernah dijalankan. Sudah lebih dari enam tahun empat bulan berlalu, namun sang terpidana tetap bebas, bahkan sempat menikmati posisi prestisius sebagai Komisaris di BUMN, Minggu 21/09/2025.

Fakta ini menimbulkan kegeraman publik. Bagaimana mungkin seorang terpidana justru bisa menduduki jabatan penting di PT Rajawali Nusantara Indonesia (ID Food) setelah diangkat langsung oleh Menteri BUMN kala itu, Erick Thohir. Alih-alih berada di balik jeruji, Silfester justru tampil di media, bicara leluasa, dan berkuasa di lingkar perusahaan negara.

Kejaksaan Agung sebenarnya telah memerintahkan eksekusi melalui Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Namun, usaha itu selalu gagal. Alasan yang diberikan tidak berubah: Silfester disebut sakit, sulit ditemukan, hingga terlindung pandemi Covid-19. Situasi yang persis sama dengan drama tahun 2019 silam. Publik menilai ini bukan lagi kelemahan teknis, melainkan cermin adanya perlindungan politik.

Nama-nama pejabat pun ikut terseret. Anang Supriatna, eks Kepala Kejari Jaksel yang kini menjabat Kapuspenkum Kejagung, dianggap gagal menuntaskan kasus sejak awal. Jaksa Agung ST Burhanudin juga dinilai membiarkan perkara berlarut tanpa kejelasan. Pertanyaan besar pun muncul: adakah kekuatan politik yang sengaja melindungi Silfester?

Kedekatan Silfester dengan lingkar kekuasaan kian mempertegas dugaan itu. Sebagai Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), ia dikenal sebagai pendukung setia Presiden Joko Widodo. Publik menilai status itu memberinya “tameng politik” sehingga aparat enggan menyentuhnya. Bahkan muncul sindiran bahwa keberadaannya sengaja “disembunyikan” demi kenyamanan pihak tertentu.

Kondisi ini menohok klaim Indonesia sebagai negara hukum (rechsstaat). Bagaimana bisa putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dibiarkan mandek lebih dari enam tahun? Hukum dipermainkan, konstitusi dilecehkan, dan keadilan menjadi bahan olok-olok.

Kini, sorotan publik tertuju pada Presiden Prabowo. Bila ia membiarkan kasus ini tetap gelap, maka citranya ikut tercoreng. Tuntutan yang mengemuka jelas: eksekusi segera, copot Jaksa Agung bila gagal, atau publik akan mempertanyakan langsung kepemimpinan Presiden.

“Jika hukum terus dijadikan alat politik, maka bangsa ini telah berubah dari negara hukum menjadi negara kekuasaan. Dan itu pengkhianatan terhadap amanat UUD 1945,” tegas seorang pengamat hukum.



Redaksi
© Copyright 2022 - Bali Berkabar