Breaking News

Pecalang Tidak Dilibatkan, Pemilihan Kelian Adat Busungbiu Picu Dugaan Keberpihakan Panitia; Panitia Sebut Alasan Teknis

Photo: Tempat penampungan surat suara.

BULELENG, Baliberkabar.id – Pelaksanaan pemilihan Kelian Adat di Desa Adat Busungbiu, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, yang digelar pada Jumat, 19 Desember, menuai sorotan tajam dari sejumlah krama desa adat. Sorotan tersebut mencuat menyusul tidak dilibatkannya pecalang dalam pengamanan kegiatan, sebuah kondisi yang dinilai menyimpang dari praktik adat yang selama ini berlaku.

Secara adat, pecalang merupakan komponen resmi desa adat yang memiliki tugas utama menjaga keamanan dan ketertiban dalam setiap kegiatan adat maupun keagamaan. Namun, dalam proses pemilihan Kelian Adat kali ini, peran tersebut tidak dijalankan sebagaimana mestinya dan dinilai tidak disertai penjelasan terbuka sejak awal kepada krama desa.

Kondisi ini dinilai sebagai anomali dalam tata kelola kegiatan adat di Desa Adat Busungbiu. Pasalnya, selama ini setiap agenda penting desa adat hampir selalu melibatkan pecalang sebagai garda terdepan pengamanan. Tidak dilibatkannya pecalang pun memunculkan tanda tanya besar di tengah masyarakat adat.

Bahkan, sejumlah krama desa secara terbuka menduga absennya pecalang bukan semata keputusan teknis, melainkan diduga sebagai bagian dari skenario tertentu yang diarahkan untuk menguntungkan atau memenangkan salah satu calon Kelian Adat. 

Dugaan tersebut berkembang karena pengamanan kegiatan adat dinilai memiliki pengaruh terhadap situasi dan dinamika di lapangan. Meski dugaan tersebut masih bersifat persepsi publik dan belum dapat dibuktikan, kecurigaan yang muncul dinilai mencerminkan menurunnya tingkat kepercayaan krama desa terhadap panitia pemilihan. 

Sejumlah warga menilai, apabila tidak terdapat kepentingan tertentu, seharusnya panitia tidak meniadakan peran pecalang yang secara adat telah dijalankan secara turun-temurun.

Salah seorang krama Desa Adat Busungbiu yang juga merupakan pengelingsir pecalang, Mangku Parlemen, yang mengaku telah mengabdi sebagai pecalang selama kurang lebih 25 tahun, menyatakan kekecewaannya secara tegas. Ia mengungkapkan bahwa sejak awal tidak ada informasi maupun penugasan resmi kepada pecalang untuk terlibat dalam pengamanan pemilihan.

"Dari kemarin-kemarin tiang sudah menanyakan kepada teman-teman, gimana, apakah ada tugas pecalang, kan begitu tiang tanyakan, terus, semua ndak ada yang jawab, nah akhirnya kemarin saya share, kita harus harus keluar semua pecalang, kalau tidak ada makanan nanti saya yang ngasi makanan,  begitu saya ngomong," ucap Jero Mangku parlemen. 

"Nah terus, ketua pecalang nelpon tiang, bahwa saat pemilihan kelian adat ini pecalang tidak diturunkan, karena sudah ada petugas kepolisian yang jaga, itu keterangan ketuanya," terangnya.

Meski telah menerima penjelasan tersebut, Mangku Parlemen mengaku tidak dapat berbuat banyak. Namun, ia tetap mempertanyakan keputusan tersebut karena menurutnya secara adat pecalang semestinya hadir dalam setiap kegiatan keagamaan maupun kegiatan adat.

"Ini tiang tak ngerti juga, entah ada apa-apa dengan pecalang, ndak tau tiang, semestinya harus menurunkan pecalang," tegasnya.

Ia menilai penghilangan peran pecalang dalam pengamanan pemilihan Kelian Adat merupakan bentuk pengabaian terhadap fungsi adat, sekaligus berpotensi mencederai nilai transparansi dan keadilan dalam proses pemilihan.

“Sebenarnya, sudah pasti melanggar, sebab dari MDA juga begitu, kalau sudah pemilihan adat, dari dulu dari pertama saya menjadi pecalang, setiap ada pemilihan adat pasti turun pecalang. Ini tidak diturunkan, itu yang membuat tak ngerti tiang, aneh, gitu lho... tapi dari pihak panitia atau yang lain tiang tidak tahu," kata Mangku Parlemen mengakhiri pembicaraannya.

Anggota pecalang lainnya, Putu Ote Giri, juga mengaku tidak mengetahui alasan tidak dilibatkannya pecalang dalam pengamanan. Ia menyebut tidak ada koordinasi dari pihak panitia. “Biasanya kan ada koordinasi lah dari panitia, sementara tidak ada jadi kan saya tidak bisa ngomong," ungkap Putu Ote.

Kekecewaan serupa juga disampaikan oleh warga Desa Adat Busungbiu lainnya, Kadek Santika. Ia menilai pecalang bukan sekadar simbol, melainkan benteng utama dalam menjaga keamanan dan wibawa desa adat.

“Saya sangat kecewa. Karena benteng keamanan Desa Adat Busungbiu ini adalah pecalang, khususnya untuk Desa Busungbiu,. Karena ini adalah pemilihan adat yang betul-betul diterapkan oleh adat," ujarnya saat ditemui di TPS Banjar Kelod.

Kadek Santika mengaku tidak mengetahui alasan panitia tidak melibatkan pecalang dalam pengamanan pemilihan tersebut. “Saya tidak mengetahui alasan panitia. Yang saya ketahui hanyalah adanya pemilihan Kelian Adat," tambahnya.

Made Kariasa, Ketua Panitia Ngadegang Kelian Adat Busungbiu.

Sementara itu, Ketua Panitia Pemilihan Ngadegang Kelian Adat Desa Adat Busungbiu, Made Kariasa, memberikan klarifikasi terkait tidak dilibatkannya pecalang dalam pengamanan pemilihan. Ia menegaskan bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan pertimbangan teknis serta untuk memastikan seluruh pecalang dapat menggunakan hak pilihnya secara penuh.

"Terkait dengan pecalang, sebelumnya kami telah berkomunikasi dengan Ketua Pecalang. Kami informasikan bahwa pecalang akan dilibatkan dalam kegiatan adat yang lebih besar, yaitu pada tanggal 25, saat pendatapan atau penetapan Kelian Adat terpilih yang akan dilaksanakan di Pura Desa," jelas Made Kariasa ketika dimintai konfirmasi pada hari Senin (22/12) di kantor Sekretariat Banjar Kaja.

Ia menambahkan, pada hari pemungutan suara panitia sengaja tidak menugaskan pecalang dalam pengamanan agar tidak mengganggu konsentrasi mereka sebagai pemilih. “Kami juga menyampaikan agar seluruh anggota pecalang bisa menyalurkan hak suaranya secara penuh. Kalau pecalang dilibatkan dalam pengamanan, dikhawatirkan akan terjadi pembagian tugas yang justru mengganggu mereka dalam menggunakan hak pilih,” ujarnya.

Menurut Made Kariasa, keputusan tersebut bukan dimaksudkan untuk mengesampingkan peran pecalang, melainkan murni pertimbangan teknis demi kelancaran pelaksanaan pemilihan. “Keputusan ini bukan untuk meniadakan peran pecalang. Ini pertimbangan teknis agar proses pemilihan berjalan lancar dan semua krama, termasuk pecalang, bisa berpartisipasi,” pungkas Made Kariasa. (Smty)
© Copyright 2022 - Bali Berkabar