Breaking News

Botol Plastik Kecil Dilarang Beredar di Bali Mulai 2026, Gubernur Koster: Sampahnya Tak Terurai Ratusan Tahun


Botol plastik membutuhkan waktu ratusan tahun agar terurai. 

Denpasar – baliberkabar.id | Sampah botol plastik sekali pakai, terutama berukuran kecil, menjadi ancaman serius bagi lingkungan Bali. Tak hanya mencemari tanah dan laut, material plastik dari botol air minum kemasan (AMDK) membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai secara alami. Kondisi ini mendorong Pemerintah Provinsi Bali mengambil langkah tegas: melarang produksi dan peredaran AMDK berukuran di bawah satu liter, efektif mulai Januari 2026.

Larangan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025, yang menuai pro dan kontra dari berbagai pihak, terutama para pelaku industri AMDK. Meski demikian, Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan bahwa kebijakan ini bukan semata larangan biasa, melainkan strategi jangka panjang untuk menjaga kelestarian alam Bali.

"Botol plastik kecil itu sulit dikendalikan peredarannya, dan butuh waktu ratusan tahun untuk terurai. Kalau kita biarkan terus, Bali bisa tenggelam oleh sampah plastik. Ini bukan soal ekonomi semata, ini soal masa depan pulau kita," ujar Koster saat menggelar pertemuan dengan produsen AMDK se-Bali di Gedung Kertasabha, Jayasabha, belum lama ini.

Dalam pertemuan tersebut hadir perwakilan produsen besar seperti AQUA, Cleo, Club, Balis, Yeh Buleleng, Ecoqua, Spring, Sosro, Coca Cola, serta Perumda Buleleng dan Jembrana, dan asosiasi Aspadin Pusat dan Aspadin Bali-Nusra.

Koster mengungkapkan, mayoritas tempat pembuangan akhir (TPA) di Bali kini hampir penuh. Sampah plastik menjadi penyumbang terbesar, terutama dari botol AMDK kecil yang kerap dibuang sembarangan. Ia menyampaikan kekhawatiran bahwa jika situasi ini dibiarkan, citra Bali sebagai destinasi wisata dunia yang bersih dan indah akan runtuh.

“Bali jadi tempat yang dikagumi karena budaya dan alamnya. Tapi kalau penuh sampah, siapa yang mau datang? Kalau wisatawan hilang, ekonomi pun mati,” tegasnya.

Ia memberi waktu hingga Desember 2025 kepada para produsen untuk menghabiskan stok AMDK berukuran kecil yang telah diproduksi. Mulai awal 2026, produk tersebut tidak boleh lagi dipasarkan di seluruh wilayah Bali.

Larangan ini merupakan bagian dari Gerakan Bali Bersih Sampah Plastik Sekali Pakai yang digagas sejak beberapa tahun lalu. Kebijakan ini juga mendapat dukungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Koster meminta para pelaku industri air minum untuk berinovasi, menciptakan kemasan yang lebih ramah lingkungan, serta turut aktif menjaga kebersihan lingkungan.

“Begitu saya ekspos ke dunia soal pembatasan AMDK kecil dan plastik sekali pakai, banyak negara yang memberikan apresiasi. Ini langkah strategis agar Bali menjadi contoh global,” pungkasnya.

Kebijakan ini disambut positif oleh sejumlah komunitas lingkungan di Bali. Mereka bahkan mendorong agar produsen mulai beralih menyediakan depot isi ulang atau sistem distribusi air berbasis galon dan kemasan daur ulang. (Smty)
© Copyright 2022 - Bali Berkabar