Nota Kesepahaman Kejaksaan Tinggi Bali dengan Bupati/Wali Kota se-Bali dan Kepala Kejaksaan Negeri se-Provinsi Bali.
Denpasar, Baliberkabar.id – Program Jaga Desa resmi diluncurkan di Provinsi Bali sebagai terobosan untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana desa sekaligus menjaga harmoni kehidupan adat. Program kolaborasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) bersama Kejaksaan Agung Republik Indonesia ini diharapkan mampu mendukung pembangunan Bali yang bersih, berkelanjutan, dan ajeg.
Peluncuran Jaga Desa berlangsung pada Kamis (11/9/2025) di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama antara Bupati/Wali Kota se-Bali dan Kepala Kejaksaan Negeri se-Provinsi Bali.
Acara dihadiri Gubernur Bali Wayan Koster, Wakil Menteri Desa PDTT Ahmad Riza Patria, Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Prof. Reda Manthovani, Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri La Ode Ahmad P. Bolombo, Kepala Kejati Bali Ketut Sumedana, serta jajaran Forkopimda Bali.
Program Jaga Desa dirancang untuk mengawasi penggunaan dana desa secara transparan melalui aplikasi khusus. Dengan pengawasan berbasis digital ini, potensi penyalahgunaan anggaran dapat ditekan dan pembangunan di desa berjalan sesuai sasaran.
Wamen Desa PDTT Ahmad Riza Patria menegaskan, dana desa selama ini menjadi tulang punggung pembangunan di lebih dari 75 ribu desa di Indonesia dengan total alokasi mencapai Rp681 triliun. Dana tersebut telah membangun infrastruktur vital seperti jalan, jembatan, irigasi, air bersih, hingga posyandu dan sarana olahraga.
“Semakin besar dana yang dikelola, semakin besar pula tanggung jawabnya. Korupsi sekecil apa pun akan mencederai amanah rakyat,” tegasnya.
Kepala Kejati Bali Ketut Sumedana menjelaskan, Jaga Desa dilengkapi aplikasi untuk memantau dana desa. Ia mengingatkan perangkat desa agar tidak menyalahgunakan dana. Selain itu, Kejati Bali juga memperkenalkan Bale Kertha Adhyaksa, sebuah mekanisme penyelesaian sengketa adat dan perdata sederhana di tingkat desa secara musyawarah mufakat dan tanpa biaya. Bale ini rencananya akan dipayungi peraturan daerah agar konflik adat dapat diselesaikan cepat dan tidak membebani pengadilan.
“Bale Kertha Adhyaksa akan menciptakan keadilan hakiki karena setiap masalah diselesaikan dengan cara kekeluargaan,” ujar Ketut Sumedana.
Gubernur Bali Wayan Koster menyambut positif dua terobosan tersebut. Menurutnya, Bale Kertha Adhyaksa dan Jaga Desa akan memperkuat harmoni sosial dan menekan beban negara dalam penyelesaian perkara.
“Dengan cara ini, konflik di tingkat desa bisa diselesaikan secara musyawarah, tanpa menimbulkan dendam, dan pembiayaan perkara dapat ditekan,” kata Koster.
Koster menambahkan, Bali yang memiliki 636 desa, 80 kelurahan, dan sekitar 1.500 desa adat sangat membutuhkan program seperti Jaga Desa untuk menjaga keamanan, kenyamanan, dan kondusifitas sebagai destinasi pariwisata dunia. Pecalang yang telah tumbuh secara historis di desa adat disebutnya siap mendukung pengamanan dan ketertiban.
Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Prof. Reda Manthovani menilai program ini selaras dengan visi Presiden Prabowo Subianto dalam Asta Cita keenam: membangun desa untuk pemerataan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.
“Membangun desa berarti membangun Indonesia. Aplikasi Jaga Desa hadir untuk memastikan keuangan desa dikelola secara tertib aturan dan tepat sasaran,” tegasnya.
Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri La Ode Ahmad P. Bolombo menekankan pentingnya kolaborasi semua pihak—pemerintah pusat, daerah, hingga desa—untuk menjaga desa, karena “kalau desa terjaga, Indonesia pasti terjaga.”
Dengan Jaga Desa dan Bale Kertha Adhyaksa, Bali diharapkan semakin kondusif, bersih dari penyalahgunaan dana desa, serta mampu menjaga harmoni adat demi keberlanjutan pariwisata dan kesejahteraan masyarakatnya. (Smty)


Social Header