Dr. Restu Gunawan (tengah), Direktur Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi, menutup Jambore Pemuda Adat 2025.
Bangli, baliberkabar.id - Kementerian Kebudayaan kembali menegaskan pentingnya peran generasi muda dalam menghadapi arus teknologi dan modernisasi, khususnya di Bali. Teknologi tidak lagi dipandang semata sebagai tantangan, tetapi sebagai peluang strategis untuk melestarikan dan mempromosikan budaya nusantara, sambil mendorong inovasi dan adaptasi digital di tengah masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi, Dr. Restu Gunawan, usai menutup Jambore Pemuda Adat 2025 yang berlangsung di Desa Kintamani, Kabupaten Bangli, Senin (24/11). Kegiatan ini digelar oleh Direktorat Bina Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, Direktorat Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi, dan diikuti 500 peserta dari 22 desa adat, termasuk pemuda adat, pemangku adat, Majelis Desa Adat, komunitas budaya, lembaga adat, dan unsur pemerintah daerah.
Jambore yang berlangsung selama empat hari, 21–24 November, dibuka oleh Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha dan ditutup oleh Dirjen Restu Gunawan. Acara ini juga dihadiri Staf Khusus Menteri Bidang Sejarah dan Pelindungan Warisan Budaya Basuki Teguh Yuwono, Sekretaris Dirjen Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi Wawan, serta Direktur Bina Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat Sjamsul Hadi.
Dalam penutupan, Restu menekankan bahwa pemuda adat memiliki peran vital dalam menjaga keberlanjutan budaya dan identitas bangsa. “Pemuda adat berperan sebagai agen kelangsungan budaya, inovasi budaya, dan pelaku digital dalam memperkenalkan tradisi. Sejak dulu, pemuda selalu berkiprah dalam berbagai momentum sejarah dan perubahan bangsa,” ujarnya.
Restu menambahkan bahwa bonus demografi Indonesia menjadi peluang besar untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045, namun generasi muda juga menghadapi tantangan akibat disrupsi teknologi. “Perubahan ini harus disikapi strategis. Pemuda adat harus mampu bertransformasi di tengah perkembangan zaman, tanpa meninggalkan identitas dan karakter budaya,” kata Restu.
Selama jambore, peserta mengikuti lokakarya, diskusi budaya, workshop produk kreatif, pertunjukan seni, pameran karya, dan sesi dialog mengenai penguatan nilai-nilai budaya. Kegiatan ini bertujuan membekali pemuda dengan pengetahuan, keterampilan, dan wawasan tentang pelestarian adat di era digital.
Salah satu peserta, Rangga Adi Prasrya dari Desa Kintamani, mengaku senang dengan kegiatan ini. “Kegiatan seperti ini penting untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang budaya, apalagi tantangan makin besar dengan era modern digital. Ilmu yang kami dapat akan kami tularkan ke teman-teman di desa agar budaya tetap dikenal,” ujarnya.
Jambore Pemuda Adat 2025 juga sekaligus bertepatan dengan penetapan Kaldera Gunung Batur sebagai UNESCO Global Geopark, yang menjadikan kawasan ini sebagai lokasi strategis untuk pengembangan kreativitas berbasis kearifan lokal, regenerasi kepemimpinan adat, dan pelestarian tradisi.
Melalui kegiatan ini, Kemenbud berharap tercipta ruang inovasi dan kolaborasi budaya, di mana pemuda dapat menggabungkan teknologi dan tradisi, sehingga budaya Bali tidak hanya dilestarikan tetapi juga terus berkembang dalam menghadapi modernisasi. (Smty)


Social Header