Pada pergelaran sidang kali ini, JPU menghadirkan dua saksi, yakni Made Sribudaya seorang pensiunan polisi, dan Wayan Sutiani karyawati tersangka Nyoman Tirtawan.
Dalam persidangan, kedua saksi ditanyai sesuatu yang berhubungan dengan laporan ITE Agus Suradnyana yang membuat Nyoman Tirtawan duduk di kursi pesakitan.
Saksi Made Sribudaya dicecar pertanyaan terkait postingan Nyoman Tirtawan di medsos Facebook, karena dirinya sempat mengkomen postingan Nyoman Tirtawan.
"Setelah anda membaca postingan Nyoman Tirtawan, apa yang anda lakukan?," tanya majelis Hakim.
"Saya memberi semangat", jawab Saksi Sribudaya.
Menurut keterangan Sribudaya, dirinya menulis komen di postingan facebook Tirtawan yang menunjukan pemberian semangat karena perlu memperjuangkan hak-hak warga pemilik lahan di Batu Ampar.
Sedangkan saksi Wayan Sutiani dimintai keterangannya seputar hanphone dirinya yang di ambil oleh pihak penyidik Unit IV Satreskrim Polres Buleleng saat melakukan penggerebegan di Warung Bambu, Pemaron dan saat dirinya dimintai keterangannya di Mapolres Buleleng.
"HP saya diambil begitu saja oleh polisi", ucap Saksi Suti.
"Apakah waktu polisi mau buka HP anda untuk mencari terdakwa, pernah minta izin apakah tidak?" tanya I Gusti Putu Adi Kusuma alias Gus Adi, Penasehat Hukum Tirtawan. " Tidak minta izin, langsung begitu saja," sahut Suti.
Seusai jalannya sidang, dikonfirmasi Wartawan di ruang tunggu PN Singaraja, terkait jalannya sidang dengan agenda mendengar keterangan dari saksi-saksi. Tim Penasihat Hukum Tirtawan merasa sangat gembira sedang karena keterangan dari para saksi justru menguntungkan kliennya.
"Ternyata hanya satu saksi saja yang mengetahui dan saksi juga yang menyatakan mengetahui terkait dengan perampasan tanah yaitu di Desa Batu Ampar. Saksi mengetahui di luar postingan dari Bapak Nyoman Tirtawan atau terdakwa, itu yang pertama yang kita garis bawahi," kata Gus Adi.
Gus Adi juga menambahkan bahwa ternyata bukan karena postingan saja isu perampasan tanah di Desa Batu Ampar ini diketahui oleh publik, tetapi juga dari pemberitaan- pemberitaan melalui media.
"Keterangan yang disampaikan yang kedua, saksi yang notabene karyawan sendiri atau saksi orang dekat dari saudara terdakwa sendiri, tidak mengetahui postingan itu. Bagaimana kita katakan ini yang umum, orang yang dekat saja tidak diketahui. Dari mana viralnya?, Siapa yang menyebut viral, kita tidak tahu. Itu saja inti keterangan dari saksi, selebihnya saksi tidak mengetahui apa itu postingan-postingan tersebut," imbuh Gus Adi yang sebelumnya juga pernah menjadi seorang Jurnalis ini.
Masih di pihak Tim PH Tirtawan, Esko Sasi Kirono, sangat menyesalkan tindakan kurang Profesional yang dilakukan oleh penyidik Unit V Satreskrim Polres Buleleng terhadap saksi Suti, terutama pemeriksaan isi HP saksi tanpa melalui SOP yang benar.
“Kembali untuk pemeriksaan saksi tadi, saya sangat kecewa sekali pada pihak kepolisian terutama Polres Buleleng, khususnya HP yang diambil secara paksa tadi, dan itu diberikan keterangan oleh saksi sendiri, jadi tidak ada etikanya. Harusnya ada surat yang jelas dari pihak penyidik ataupun Kepolisian yang berwenang untuk itu. Saya kira, kinerja polisi ini harus diperbaiki kembali,” ujar Eko.
Selain itu, Tim penasehat hukum terdakwa juga memohon kepada majelis hakim yang dipimpin IGM Juliartawan untuk dilakukan pemeriksaan setempat (PS).
“Pemeriksaan setempat itu biasanya memang digelar didalam proses peradilan perdata, yang notabene itu adalah beban pihak pemohon. Namun memang di pidana tidak ada konteks tersebut, tetapi dalam konteks ini kita percaya pada majelis hakim. Apabila ingin melihat kebenaran fakta karena dari semua keterangan saksi, dari semua penjelasan-penjelasan saksi tetap menunjuk yang namanya objek tanah batu ampar. Menunjuk yang namanya kepemilikan, menunjuk yang namanya hak sertifikat, menunjuk namanya tanah, dan batas-batas, sehingga penting bagi kami untuk Majelis mengetahui, melihat secara riil, bagaimana kondisi di Lapangan yang sebenarnya. Sehingga Beliau selaku perpanjangan dari Tuhan mampu menggoalkan atau mengeluarkan putusan yang notabene keputusan itu berkeadilan", ulas Gus Adi dengan panjang lebar.
Masih ditempat yang sama, Nyoman Tirtawan menyatakan tetap pada pendiriannya, bahwa telah terjadi dugaan perampasan tanah milik warga Banjar Dinas Batu Ampar oleh pelapor Putu Agus Suradnyana sebagai Bupati Buleleng. Tirtawan pun mengingatkan semua pihak bahwa tanah 45 hektare itu bukan tanah HPL seperti yang diklaim Pemkab Buleleng selama ini melainkan tanah tersebut berstatus Eks-HPL sesuai surat rekomendasi Menkopolhukam Mahfud MD.
“Negara menyatakan bahwa telah terjadi tumpang tindih hak kepemilikan HPL. Kalau sudah Eks HPL, artinya kan tidak ada lagi HPL, dan disini sudah disebutkan telah terjadi yang namanya penyalahgunaan wewenang di dalam menerbitkan HPL pengganti nomer 1 Tahun 2020 diatas tanah yang sudah ada SHM atas nama I Nyoman Parwata. Bahkan Negara sudah menyebutkan melalui Menkopolhukam, telah terjadi dugaan penyerobotan lahan milik warga Batu Ampar. Dari pernyataan saya ini, ingin bagaimana Majelis Hakim sebagai Perpanjangan Tuhan di dalam menegakkan kebenaran dan keadilan, dan ini sudah dinyatakan memang benar itu adalah tanah milik warga Batu Ampar. Sudah dijelaskan disana, tanahnya tanah Eks HPL , berarti yang masih eksis disana adalah status kepemilikan tanah warga , diantaranya yang memiliki SK Men dagri Nomer 171 Tahun 82, untuk hak milik bagi 55 warga Raman dan kawan-kawan,” beber Tirtawan secara detail.
“Terlebih disebutkan dalam klausul atau surat resmi yang dibuat oleh Menkopulhukam, bahwa tanah yang berlokasi di Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak adalah tanah Negara yang pada awalnya telah dikuasai dan digarap oleh 55 warga sejak tahun 1959 secara terus menerus terbuka dan dengan itikad baik, dan bahkan mereka membayar pajak lunas dari dulu sampai sekarang. Meskipun itu bukan sebagai bukti kepemilikan, tetapi itu adalah alas hak untuk memperoleh sertifikat,” paparnya lagi.
Lanjut Tirtawan, “Karena Menteri itu pembantu Presiden, dan pembantu itu pasti sudah bekerja sesuai dengan Juklak ataupun Juknis ataupun Konstitusi, artinya kalau sudah Menteri menyatakan itu adalah tanah milik warga Batu Ampar, tanah eks-HPL, begitu juga yang disampaikan Presiden, isinya sama. Maka dari itu kami ingin , Majelis Hakim Yang Mulia betul-betul menggunakan marwahnya sebagai penegak hukum, penegak kebenaran, dan permohonan kami adalah agar Majelis Hakim Yang Mulia memerintahkan kepada BPN Buleleng, Pemkab Buleleng untuk menyerahkan tanah Batu Ampar secara konstitusi kepada masyarakat, karena mereka sudah memenuhi syarat dan ketentuan bahkan sudah memiliki sertifikat. Sekali lagi saya mohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia". Pinta Tirtawan dengan penuh harap.
Diakhir penjelesanya, Nyoman Tirtawan meminta BPN Buleleng dan Pemkab Buleleng untuk menuruti perintah Negara, karena Menkopolhukam adalah Lembaga Tinggi Negara yang sudah menyatakan tanah tersebut adalah tanah milik warga Batu Ampar.
Mendengar apa yang disampaikan Tirtawan, Gus Adi membenarkan apa yang tertuang dalam surat Menkopolhukam.
"Lembaga Tinggi Negara sudah menyatakan ini eks, bekas HPL, kembali lagi kita pernah mengetahui ada terbit sertifikat di Tahun 1976, yang merupakan permohonan atas SK Mendagri Tahun 1975, jadi disana titik Eks-HPL. kenapa Negara sendiri menyebut sebagai Eks-HPL?, ini yang harus kita tekankan, sehingga kebenaran ini betul-betul terkuak", tandas Gus Adi.
“Diluar dari fakta tadi, kita mengingat disini, bahwa dalam pertimbangannyapun didalam analisa dari Kementrian artinya Lembaga Tinggi Negara juga sudah dinyatakan disini bahwa dulunya di Tahun 2010 itu pernah ada gugatan, yang kemarin dianulir oleh pihak BPN yang menyatakan bahwa itu tidak menggugat Pemkab, kembali lagi saya tegaskan disini, kalau memang putusan itu anggap tidak sah atau tidak dianulir, bukti faktanya bahwa putusan itu dikabulkan, itu yang harus ditenggarai, dan saat itu BPN hadir sebagai pihak didalam proses peradilan dalam sidang di PN Singaraja nomer 59/pdt.g/2010/ PN Singaraja tanggal 12 Juli tahun 2010, pihak Badan Pertanahan Nasional itu hadir sebagai pihak didalam peradilan. Ini yang patut kita garis bawahi. Sehingga kalau mereka bilang tidak mengetahui, kalau mereka bilang ini, mohon maaf kita mohon pada Kapolri, kita mohon pada aparatur penegak hukum yang lain, dalam hal ini tingkat tertinggi memberantas mafia-mafia yang membuat Pemerintah ini gaduh, rakyatnya gaduh dengan Pemerintah, Pemerintah gaduh dengan rakyatnya. Sehingga dari sini, akibat ulah-ulah mafia- mafia pertanahan ini membuat kekacauan yang terjadi antara Pemerintah dengan rakyat itu sendiri,” pungkas Gus Adi mengakhiri. (Smty)
Social Header