Buleleng - baliberkabar. Id | Jalannya sidang Nyoman Tirtawan yang sempat tertunda karena dirinya mengganti tim penasehat hukumnya, akhirnya sidang perkara pencemaran nama melalui medsos yang dijerat dengan UU ITE kembali berlanjut. Sidang dengan agenda pembacaan nota pledoi ini, sebagai terdakwa Nyoman Tirtawan sempat membacakan sendiri nota pembelaannya. Rabu (3/4/2024).
Sidang yang dipimpin hakim ketua IGM Juliartawan, SH, MH, Terdakwa Tirtawan dengan pelan dan tegas menyampaikan pembelaannya di hadapan majelis hakim dan JPU Kejari Buleleng serta penonton yang menyaksikan sidang tersebut.
“Dalam kasus ITE yang menjerat saya, dalam persidangan korban perampasan tanah sekitar lebih dari 13 orang yang memberikan kesaksian di depan sidang menyatakan memang tanah mereka dirampas, mereka diusir dari tanahnya dan tanhanya ditembok dan dipasang plang “Tanah Milik Pemkab Buleleng” dan para saksi korban menunjukkan bukti-bukti kepemilikan tanahnya di depan sidang majelis, menunjukkan sertifikat milik, SK Mendagri, pelunasan pajak. Nah, untuk itu saya ingin majelis hakim yang mulia untuk mempertimbangkan atau membebaskan saya dari tuntutan. Karena marwah dari hukum adalah menegakkan kebenaran dan keadilan, yang diatur pula dalam UU ITE pasal 27 ayat ( 3) yang berbunyi tidak serta-merta seseorang bisa dijerat dengan UU ITE manakala seseorangnmenyuarakan fakta kebenaran,” ucap Tirtawan.
Tirtawan kembali menegaskan, “Saya ulang lagi bahwa fakta kebenaran perampasan tanah milik warga Batu Ampar disampaikan di sidang majelis yang menunjukkan bukti-bukti kepemilikan termasuk surat Bupati Buleleng yang mencatatkan tanah milik rakyat yang memiliki sertifikat milik dengan asal-usul pembelian nilai Rp 0. Sedangkan masyarakat menyatakan tidak pernah menjual tanah termasuk ke Pemkab Buleleng apalagi dengan nilai Rp 0. Untuk itu demi kebenaran dan keadilan saya mohon majelis hakim untuk mempertimbangkan bahwa ketika masyarakat memperjuangkan kebenaran dizolimi dengan diskriminasi hukum, bahwa masyarakat melalui saya Nyoman Tirtawan memberikan kuasa telah lebih awal melaporkan peristiwa perampasan tanah di Polres Buleleng tanggal 5 April 2022, namun justru laporan saya yang lebih awal dari laporan UU ITE, prosesnya di-overlap atau disalip. Ini terjadi dugaan ataupun diskriminasi hukum, yang seharusnya laporan saya lebih dulu diproses.”
“Nah, inilah yang saya ingin hakim yang mulia agar betul-betul menegakkan hukum karena saya bersama masyarakat memperjuangkan hak-hak dimana tanah masyarakat memang betuk-betul dirampas dan memang betul bupatinya adalah Putu Agus Suradnyana ada suratnya juga per 2015 yang mencatatkan tanah milik rakyat yang sudah punya sertifikat dalam kartu inventaris barang dengan asal-usul pembelian, belinya dari siap tidak jelas, dengan nilainya Rp 0 dan itu melanggar Sistem Informasi Manajemen Akuntasi Barang Milik Negara. Jadi harus ada tiga catatan untuk menyatakan sesuatu dalam aset,” ungkap Tirtawan sembari menambahkan, “Disini Pemkab Buleleng melalui Sekda telah mencatatkan tanah masyarakat yang sudah memiliki SHM dan juga memilikSK Mendagri untuk hak milik dengan keterangan ‘berbeda’.”
Sedangkan Tim penasehat hukum terdakwa dari Kantor Hukum “LION” yang terdiri atas I Nyoman Suryanata, SH, dan I Made Arjaya, SH, MH, dalam nota pledoinya cukup keras terhadap isi tuntutan JPU. Arjaya membacakan nota pembelaan itu menanggapi tuntutan JPU dengan menegaskan bahwa Unsur kehendak atas perbuatan yang dimaksud dalam perkara a quo adalah kehendak untuk menyerang kehormatan seseorang. Sehingga uraian Jaksa Penuntut Umum tentang wujud kehendak terdakwa tidak mampu membuktikan kesengajaan.
“Berdasarkan pembuktian dalam persidangan kehendak untuk menyerang kehormatan Saksi korban tidak dapat dibuktikan.sebagaimana fakta-fakta persidangan: Bahwa berdasarkan uraian di atas, tidak terbukti adanya kehendak (willen) atas perbuatan serta keinsafan (weten) dari terdakwa untuk menghina atau mencemarkan nama baik saksi korban. Dengan demikian unsur “Dengan sengaja” telah tidak terbukti.”jelas Arjaya menyanggah tuntutan JPU.
Arjaya juga mempertanyakan pemahaman JPU dalam tuntutannya tentang ‘unsur tanpa hal’. “Bahwa dalam mengurai unsur tanpa hak Jaksa Penuntut Umum tidak memperhatikan keterkaitan tafsir Pasal 27 ayat (3) UU ITE dengan Pasal 310 KUHPidana. Penekanannya di sini jaksa harus membuktikan bahwa si terdakwa tidak mempunyai hak untuk mentransmisikan membuat dapat diaksesnya konten informasi tersebut. Mengenai kontennya, kami secara jelas sudah menerangkan bahwa informasi yang diunggah oleh Terdakwa sama sekali tidak memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik,” ucap Arjaya membela kliennya.
Arjaya pun memetik keterangan DPR RI yang tercantum dalam putusan MK. “Mengacu pada keterangan DPR RI sebagaimana yang tercantum dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dan dihubungkan dengan perkara a quo, oleh karena postingan status terdakwa tidak mengandung unsur penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, maka terdakwa berhak untuk mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau dapat diaksesnya informasi elektronik tersebut. Oleh karena itu unsur “Tanpa Hak” tidak terbukti,” tegas Arjaya.
Menanggapi status FB terdakwa yang dijadikan bahan pelaporan saksi korban, Arjaya menegaskan bahwa status facebook terdakwa yang diperiksa di persidangan yang salah satu isinya; “Kenapa Putu Agus Suradnyana yang merampas tanah milik 55 rakyat belum di penjara…dst,” adalah bentuk kekecewaan dari Terdakwa atas tindakan saksi korban yang kapasitasnya sebagai Pemerintah Kabupaten Buleleng, bukan kapasitasnya sebagai pribadi, hal ini sejalan dengan keterangan Terdakwa dan laporan/pengaduannya di kepolisian resor Buleleng, perampasan tanah milik warga masyarakat Batuampar tersebut secara konkret telah dialami oleh masyarakat Batuampar in casu Para Saksi a de charge, yang salah satunya sudah bersertifikat atas nama I Nyoman Parwata, ST.
“R. Soesilo menjelaskan tindak pidana Menista (smaad) dalam Pasal 310 Ayat (1) KUHPidana, supaya dapat dihukum menurut ketentuan ini maka penghinaan itu harus dilakukan dengan cara menuduh seseorang telah melakukan perbuatan yang tertentu. Dalam uraian dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yang dianggap memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik adalah kata Merampas, bukan perbuatan yang tertentu yang dituduhkan kepada seseorang. Bahwa dengan tidak terpenuhinya unsur muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik, maka unsur “Mendistribusikan dan/atau Mentransmisikan dan/Atau Membuat Dapat Diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik Yang Memiliki Muatan Penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik” dengan sendirinya gugur,” ujar Arjaya.
"Oleh karena itu unsur “Mendistribusikan dan/atau Mentransmisikan dan/Atau Membuat Dapat Diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik Yang Memiliki Muatan Penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik” tidak terbukti,” tegas Arjaya menambahkan.
“Berdasarkan analisis Yuridis yang telah kami uraikan, maka dapat disimpulkan, bahwa Terdakwa Nyoman Tirtawan TIDAK TERBUKTI secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana “Dengan sengaja dan tanpa hak, mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik“ Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) UU RI No 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU RI No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam dakwaan Ke-satu Penuntut Umum', beber Arjaya dalam nota pembelaannya terhadap kliennya.
Dalam nota pembelaannya Arjaya kembali menegaskan, “Tibalah saatnya kami Tim Penasehat Hukum Terdakwa menyampaikan akhir dari pledoi ini. Bahwa kami sangatlah yakin, berdasarkan alat bukti yang sah dalam persidangan bahwa terdakwa Nyoman Tirtawan sama sekali tidak melakukan Tindak Pidana Penghinaan dan/atau Pencemaran Nama baik sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut umum. Harapan kami kepada Majelis Hakim yang terhormat agar mempertimbangkan secara seksama apa yang kami telah uraikan terutama dalam analisis-analisis dalam pembelaan kami ini.
“Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas kami Penasehat Hukum Terdakwa mohon kepada Yth. Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Pidana ini, untuk berkenan menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut:
1.Menyatakan Terdakwa Nyoman Tirtawan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) UU RI No 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU RI No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam dakwaan Ke-satu Penuntut Umum.
2. Membebaskan Terdakwa Nyoman Tirtawan dari dakwaan dan/atau tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini.
3. Merehabilitasi dan Memulihkan nama baik Terdakwa Nyoman Tirtawan dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya.
4.Membebankan biaya perkara kepada Negara.
Atau, Apabila Majelis Hakim Yang mulia berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono) ,” tandas Arjaya mengakhiri nota pembelaanya. (Tim/Red)
Social Header