Photo: Para Petani Batu Ampar Saat Hadiri Pemeriksaan Setempat Pada Jumat, 2 Februari 2024.
Buleleng - baliberkabar.id | Bertahun-tahun perjuangan para petani di Banjar Dusun Batu Ampar Desa Pejarakan mempertahankan status lahan yang diambil alih oleh Pemkab Buleleng akhirnya bisa terkabulkan.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar memenangkan para petani Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak. Buleleng,
melalui Putusan Nomor: 16/G/2024/PTUN.DPS. pada Hari Selasa (6/8/2024).
Atas putusan Hakim PTUN Denpasar tersebut, sejumlah Tokoh Masyarakat mendesak BPN Buleleng untuk segera melaksanakan putusan PTUN Denpasar untuk segera mencabut Sertifikat Hak Pengelolaan Nomor: 00001, Desa Pejarakan, tanggal 25 November 2020, Surat Ukur Nomor: 70/TN/B/1971, tanggal 28 Desember 1971, Seluas 450.000 M², atas nama Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng, terletak di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, sepanjang mengenai kepentingan Para Penggugat terhadap bidang tanah yang dikuasai seluas 80.000 M2.
Nyoman Tirtawan salah satunya, Pria yang paling getol memperjuangkan hak-hak Petani Batu Ampar ini dengan tegas membacakan kembali 3 putusan majelias hakim PTUN Denpasar yang berbunyi, “Mewajibkan Tergugat (Kepala Kantor BPN Buleleng) untuk mencabut Sertifikat Hak Pengelolaan Nomor: 00001, Desa Pejarakan, tanggal 25 November 2020, Surat Ukur Nomor: 70/TN/B/1971, tanggal 28 Desember 1971, Seluas 450.000 M², atas nama Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng, terletak di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, sepanjang mengenai kepentingan Para Penggugat terhadap bidang tanah yang dikuasai seluas 80.000 M2,” bunyi poin tiga putusan majelis hakim PTUN Denpasar.”
“Saya minta Kepala BPN Buleleng segera melaksanakan putusan PTUN, mencabut Sertifikat Hak Pengelolaan Nomor: 00001, Desa Pejarakan, tanggal 25 November 2020, Surat Ukur Nomor: 70/TN/B/1971, tanggal 28 Desember 1971, Seluas 450.000 M², atas nama Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng. Ini keputusan PTUN, Kepala BPN tidak boleh melawan keputusan pengadilan. Harus segera mencabut sertifikat HLP Pengganti,” pinta NyomanTirtawan, Jumat (9/8/2024).
Tirtawan mengaku tahu persis sertifikat HPL pengganti No 0001 yang diklaim Pemkab Buleleng itu aspal (asli tapi palsu). “Izin, tyiang (saya, red) sangat tahu HPL pengganti nomor 0001 yang diklaim oleh Pemkab dan BPN Buleleng asli palsu karena: 1. HPL 1976 dengan HPL pengganti yang terbit tanggal 25 November 2020 sangat berbeda/dirubah (yang tahun 1976 ada tulisan yg berbunyi "lamanya hak berlaku sepanjang tanah dimaksud dipergunakan utk proyek pengapuran” dan HPL pengganti 2020 dihilangkan,” ungkap Tirtawan.
Yang kedua, sebut Tirtawan, Peta/GS berubah meski menggunakan surat ukur tahun 1971 padahal BPN menyatakan ada pengukuran tanah tahun 2015. Ketiga, Batas timur disebut tanah negara padahal batas timurnya adalah perkampungan. “Keempat, Saat sidang TUN hakim mempertanyakan satu lampiran penting copy HPL 1976 yang dihilangkan yang berbunyi, "Dilarang memindah tangankan kepada pihak manapun tanpa izin tertulis dari Mendagri“ dan kalau dicek di copy HPL 1976 versi BPN/Pemkab yakin halaman tersebut dihilangkan,” beber Tirtawan yang selama ini pendampingi para petani memperjuangkan hak-haknya tas tanah di Batu Ampar itu.
Maka itu, Tirtawan juga meminta penyidik Satreskrim Polres Buleleng untuk menjadikan putusan majelias hakim PTUN Denpasar, dan Sertifikat HPL Pengganti Nomor 0001 dijadikan barang bukti dalam laporan Tirtawan di Polres Buleleng.
Photo: Nyoman Tirtawan.
“Sangat tepat HPL 0001 diamankan sebagai BB sertifikat bodong karena disamping alasan yang tyiang (saya, red) sebutkan diatas bahwa HPL tersebut terbit diatas tanah yg ber-SHM atas nama Nyoman Parwata yang dibeli dari Ketut Salin Nomor 763 luas 5.500m2 dan dari Marwiyah Nomor 764 luas 7.500m2 yang pernah ditolak oleh BPN Buleleng pencabutan/pembatalan SHM yang diajukan oleh Pemkab Buleleng,” harap Tirtawan.
“Justru BPN mengajukan pembatalan SHM milik Nyoman Parwata ke Menteri ATR setelah menolak permohonan pembatalan SHM tersebut kenapa memohonkan pembatalan kepada Menteri? Ini kejahatan dan konspirasi nyata BPN. Terlebih BPN melawan putusan PN 2010,” tandas Tirtawan.
Tirtawan menegaskan bahwa tidak alasan bagi Kantor BPN Buleleng untuk menunda-nunda pencabutan Sertifikat HPL Pengganti dengan dalih apapun, termasuk dalih belum menerima putusan dari majelis hakim PTUN Denpasar.
“Karena putusan itu majelis hakim juga mencantumkan bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2022 tentang perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik dengan diucapkannya putusan secara elektronik maka secara hukum telah dilaksanakan penyampaian Salinan Putusan Elektronik kepada para pihak melalui Sistem Informasi Pengadilan, dan secara hukum dianggap telah dihadiri oleh para pihak dan dilakukan pada persidangan yang terbuka untuk umum,” jelas Tirtawan.
“Maka tidak ada alasan bagi BPN atau Kepala BPN Buleleng untuk menyatakan belum menerima putusan majelis hakim,” tandasnya lagi.
Sementara Pemkab Buleleng selaku tergugat II (intervensi) melalui tim hukumnya mengaku telah membuat kajian dan segera merekomendasikan kepada Pj Bupati Buleleng untuk melakukan upaya hukum banding.
“Paska putusan PTUN Denpasar atas perkara Nomor 16/G/2024/PTUN.DPS, kami telah membuat kajian bersama tim hukum,” ungkap Kabag Hukum Setda Buleleng Made Bayu Waringin kepada Wartawan usai mengikuti rapat persiapan pembahasan RAPBD-P tahun 2024, Sabtu (10/8/2024).
Sedangkan Kantah Buleleng masih menunggu petunjuk dari Kanwil Pertanahan Provinsi Bali dan Menteri ATR/BPN Republik Indonesia. (Smty/Tim)
Social Header