Breaking News

Habiburokhman Tegaskan Kejaksaan Tetap Berwenang Tangani Kasus Korupsi di RKUHAP


Jakarta - baliberkabar.id | Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, memberikan klarifikasi penting terkait wewenang kejaksaan dalam penyidikan tindak pidana korupsi (tipikor) yang sempat menjadi polemik dalam pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Ia memastikan, dalam draf terbaru yang tengah digodok, kejaksaan tetap memiliki kewenangan penuh dalam penanganan perkara tipikor.

“Kami ingin meluruskan kesalahpahaman yang beredar. Ada yang menyebutkan kejaksaan tak lagi berwenang menyidik kasus korupsi karena dalam Pasal 6 hanya disebutkan soal pelanggaran HAM berat. Itu tidak benar. Naskah resmi yang kami kirimkan jelas mencantumkan penyidik kejaksaan, baik untuk HAM berat maupun korupsi,” ujar Habiburokhman dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).

Politisi Partai Gerindra itu menegaskan bahwa KUHAP tidak secara eksplisit mengatur institusi mana yang berwenang menyidik, namun merujuk pada praktik yang berlaku selama ini. Karena itu, menurutnya, keberadaan kejaksaan sebagai penyidik tipikor tetap sah.

Tak hanya soal tipikor, Habiburokhman juga menyoroti keberadaan Pasal 77 dalam draf RKUHAP, khususnya terkait dengan tindak pidana penghinaan terhadap Presiden. Ia menampik anggapan bahwa pasal tersebut dikecualikan dari mekanisme penyelesaian melalui pendekatan restorative justice.

“Kami semua di Komisi III sudah sepakat bahwa penghinaan Presiden tetap bisa diselesaikan melalui restorative justice. Bahkan kami ingin mendorong agar itu menjadi kewajiban, bukan sekadar pilihan,” tegasnya.

Menurutnya, penghinaan terhadap Presiden kerap bermula dari ujaran lisan yang sifatnya multitafsir. Karena itu, pendekatan dialog dan mediasi lebih relevan ketimbang langsung membawa kasus ke ranah pidana.

“Sebagai akademisi, saya menulis disertasi doktoral tentang ujaran kebencian dan penyelesaiannya melalui restorative justice. Maka saya sangat paham, pasal ini harus bisa ditempuh dengan pendekatan non-litigasi dulu. Jangan sampai perbedaan pandangan politik berujung pada kriminalisasi,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, ia juga menyinggung pentingnya pengawasan dan perlindungan hak asasi dalam proses penegakan hukum. Terutama soal kekerasan terhadap tahanan yang belakangan marak dikeluhkan masyarakat.

“Salah satu solusi yang kami dorong adalah pemasangan kamera pengawas di seluruh ruang pemeriksaan dan tahanan. Selain itu, pendampingan hukum oleh advokat bagi setiap tersangka akan menjadi kewajiban,” tandasnya.

Pembahasan RKUHAP sendiri saat ini masih berlangsung di Komisi III DPR RI dan direncanakan rampung dalam waktu dekat. Publik diimbau untuk terus mengawal agar aturan ini berpihak pada keadilan dan hak asasi manusia. (Smty)

© Copyright 2022 - Bali Berkabar