Breaking News

Kisruh Pengangkatan Seskab: Pelanggaran Aturan dan Kenaikan Pangkat yang Janggal

Photo: Selamat Ginting, Pengamat militer. 

Jakarta - baliberkabar.id | Pengangkatan seorang perwira aktif ke posisi Sekretaris Kabinet (Seskab) menuai kontroversi. Pengamat militer Selamat Ginting menyoroti bahwa keputusan ini melanggar aturan karena posisi Seskab tidak termasuk dalam 10 kementerian dan lembaga yang diperbolehkan oleh Undang-Undang TNI untuk diisi oleh militer aktif.

Menurut Pasal 47 UU TNI, hanya ada 10 lembaga yang boleh ditempati prajurit aktif, yaitu:

1. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
2. Kementerian Pertahanan
3. Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
4. Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas)
5. Badan Intelijen Negara (BIN)
6. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)
7. Badan SAR Nasional
8. Mahkamah Agung (Bidang Militer)
9. Badan Narkotika Nasional (BNN)
10. Sekretaris Militer Presiden

Namun, jabatan Seskab tidak termasuk dalam daftar tersebut, sehingga perwira yang diangkat ke posisi ini seharusnya mengundurkan diri atau pensiun dari dinas militer terlebih dahulu.

*Prosedur Pelantikan yang Aneh*

Keanehan lain terlihat dalam proses pelantikan. Selamat Ginting menjelaskan bahwa jika memang jabatan ini hanya setara Eselon II, maka seharusnya pelantikannya dilakukan oleh Sekretaris Negara, bukan langsung oleh Presiden bersama para Wakil Menteri.

"Dari sini saja sudah aneh. Kok bisa presiden yang melantik seorang pejabat eselon II?" ujar Ginting.

*Kenaikan Pangkat yang Tidak Wajar*

Selain status jabatannya yang bermasalah, kenaikan pangkat perwira ini juga dianggap tidak wajar. Berdasarkan Peraturan Panglima TNI Tahun 2022, untuk mencapai pangkat Letnan Kolonel, seorang perwira membutuhkan setidaknya 18 tahun masa dinas, dengan syarat telah lulus berbagai pendidikan militer seperti:

• Sekolah Staf dan Komando (Sesko)
• Pendidikan Lanjutan Perwira
• Pendidikan Keperwiraan Spesialisasi

Namun, perwira yang diangkat ini belum menyelesaikan beberapa pendidikan penting tersebut. Bahkan, jika tidak lulus Sesko, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai Letnan Kolonel bisa mencapai 20 hingga 23 tahun.

"Dia lulusan Akademi Militer 2011. Kalau mengikuti aturan, seharusnya dia baru bisa jadi Letnan Kolonel sekitar tahun 2034, bukan sekarang," ungkap Ginting.

Faktanya, perwira ini baru 14 tahun berdinas, yang seharusnya baru cukup untuk pangkat Mayor. "Kalau masa dinasnya baru 14 tahun, seharusnya pangkatnya masih Mayor, bukan Letnan Kolonel," tegas Ginting.

*Dampak Buruk: Budaya "Asal Bapak Senang"*

Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran di lingkungan militer. Jika promosi jabatan dan kenaikan pangkat bisa diperoleh bukan karena prestasi dan pengalaman, melainkan karena kedekatan politik, maka banyak perwira akan berpikir bahwa lebih baik "menjilat" atasan di lingkaran istana daripada berjuang dalam tugas operasional.

"Inilah yang disebut budaya Asal Bapak Senang (ABS). Kalau ini terus terjadi, para perwira akan lebih memilih dekat dengan lingkaran istana daripada bekerja di satuan tempur," ujar Ginting.

Ia juga menegaskan bahwa jika promosi seperti ini terus terjadi, maka moral para prajurit yang bekerja keras di lapangan akan rusak.

Di tengah polemik ini, muncul pertanyaan: Adakah orang yang bisa mempengaruhi Presiden Prabowo untuk mempertimbangkan kembali keputusan ini?

Menurut Ginting, mungkin hanya tersisa dua tokoh senior yang punya pengaruh cukup besar: satu, Prof. Emil Salim, ekonom dan cendekiawan sipil berusia 94-95 tahun. Dua, Jenderal (Purn) Try Sutrisno, mantan Wakil Presiden yang juga merupakan tokoh militer senior berusia 90 tahun.

Namun, ia meragukan apakah suara mereka masih didengar dalam pemerintahan saat ini. "Kalau keputusan ini tetap dijalankan, berarti memang sudah ada yang merusak sistem kepangkatan dan meritokrasi di tubuh TNI," pungkasnya. 𝘽𝙚𝙣𝙜 𝙀𝙢𝙝𝙖
© Copyright 2022 - Bali Berkabar