Denpasar – baliberkabar.id | Gubernur Bali, Wayan Koster, kembali mengambil langkah tegas demi menyelamatkan lingkungan Pulau Dewata. Melalui Surat Edaran (SE) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah, pemerintah Provinsi Bali resmi melarang produksi air minum dalam kemasan berukuran di bawah satu liter.
Keputusan ini langsung menjadi buah bibir, tak hanya di kalangan masyarakat, tapi juga para pelaku industri air minum dalam kemasan. Bagaimana tidak? Ukuran 220ml dan 600ml selama ini menjadi produk paling laris di pasaran, khususnya untuk keperluan pariwisata, kantor, dan event.
Namun bagi Koster, kenyamanan sesaat itu tak sebanding dengan ancaman kerusakan lingkungan jangka panjang.
“Setiap hari Bali menghasilkan 3.500 ton sampah. Ini darurat. Salah satu penyumbang utamanya adalah plastik kemasan air minum sekali pakai. Maka, saya tegaskan: stop produksi air kemasan kecil,” ujarnya dengan nada serius.
Koster menyebut, semua produsen air minum, termasuk raksasa seperti Danone, akan dipanggil dan diminta menyesuaikan produksi mereka. Ia menegaskan, bila ada produsen yang membandel, maka siap-siap menghadapi sanksi sosial hingga pencabutan izin usaha.
“Kalau perlu kami umumkan ke publik mana saja usaha yang tidak ramah lingkungan. Jangan heran kalau masyarakat akhirnya tidak mau datang lagi ke tempat itu,” tegasnya.
Beberapa pelaku usaha mulai angkat bicara. Salah satunya, Arya Gunawan, pemilik perusahaan distribusi air minum di Denpasar, mengaku cukup terkejut.
“Kami tidak menolak niat baiknya. Tapi perlu ada masa transisi. Banyak pelanggan kami seperti hotel dan event organizer masih sangat mengandalkan kemasan kecil,” ujarnya.
Meski demikian, Arya mengaku siap mencari solusi bersama, termasuk kemungkinan beralih ke sistem dispenser dan galon isi ulang seperti yang disarankan dalam SE tersebut.
Untuk menjawab kebutuhan konsumsi air di ruang publik, Pemprov Bali akan menggandeng pihak swasta dalam penyediaan fasilitas air isi ulang dan dispenser. Harapannya, masyarakat tetap mudah mengakses air bersih tanpa harus bergantung pada kemasan sekali pakai.
Koster berharap, perubahan ini bukan sekadar aturan di atas kertas, tetapi menjadi gerakan kolektif menuju Bali yang lebih bersih dan sehat.
“Kalau kita benar-benar cinta Bali, mari kita jalankan SE ini dengan konsisten. Jangan setengah-setengah. Jangan macam-macam,” tutupnya. (Smty/Red)
Social Header