Jakarta, baliberkabar.id — PT Jasa Raharja menginisiasi langkah strategis untuk memperkuat landasan hukum dalam penyelenggaraan program perlindungan korban kecelakaan lalu lintas. Melalui kegiatan Konsinyering Pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perubahan PP Nomor 18 Tahun 1965, Jasa Raharja menggandeng Kementerian Keuangan dan para akademisi lintas perguruan tinggi untuk merumuskan regulasi yang lebih adaptif dan responsif terhadap perkembangan hukum dan sosial. Rabu, (23/7/2025).
Kegiatan yang berlangsung di Kantor Pusat Jasa Raharja, Jakarta, ini menjadi ajang diskusi lintas sektor dalam membedah urgensi penyempurnaan regulasi terkait Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Hadir dalam forum tersebut sejumlah pejabat Kemenkeu, antara lain Direktur Pengembangan Dana Pensiun, Asuransi, dan Aktuaria DJPSSK Ihda Muktiyanto, Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran Didik Kusnaini, serta Kepala Bagian Hukum Sektor Keuangan dan Perjanjian Eva Theresia Bangun, bersama jajaran masing-masing.
Diskusi juga diperkuat dengan pandangan para akademisi terkemuka, seperti Prof. Dr. Hikmahanto Juwana (Universitas Indonesia), Prof. Dr. Nurhasan Ismail (Universitas Gadjah Mada), Prof. Dr. Rivan A. Purwantono (Universitas Islam Sultan Agung), Dr. Kornelius Simanjuntak (UI), dan Dr. Dian Agung Wicaksono (UGM), yang memberikan tinjauan yuridis dan konseptual terhadap arah perubahan regulasi.
Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Jasa Raharja, Harwan Muldidarmawan, dalam sambutannya menyatakan bahwa penguatan regulasi merupakan bagian dari upaya menjaga keselarasan antara pelaksanaan program perlindungan dasar dan cita-cita negara dalam memberikan keadilan bagi korban kecelakaan.
“Kolaborasi lintas sektor seperti ini sangat penting agar proses bisnis Jasa Raharja tetap selaras dengan regulasi yang berlaku serta menjamin kepastian hukum dalam perlindungan bagi masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Ihda Muktiyanto dari Kemenkeu menyoroti pentingnya prinsip no fault system ditegaskan secara eksplisit dalam batang tubuh regulasi. Menurutnya, keberadaan prinsip tersebut tidak boleh hanya disebut dalam penjelasan, agar tidak menimbulkan multiinterpretasi di tingkat implementasi.
“Regulasi kita secara formil masih berlaku, tapi secara substansi sudah tertinggal dari perkembangan hukum dan sosial. Ini saatnya dilakukan penguatan agar tidak terjadi inkonsistensi antara isi utama peraturan dan penjelasannya,” tegas Ihda.
Senada dengan itu, Harwan menambahkan bahwa penyelarasan substansi PP 18 Tahun 1965 dengan dinamika hukum dan sosial sangat mendesak dilakukan.
“Ketentuan yang tidak lagi relevan menimbulkan ketidakpastian hukum dan berpotensi menghambat pelaksanaan perlindungan dasar secara adil bagi korban kecelakaan lalu lintas,” tambahnya.
Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran Kemenkeu, Didik Kusnaini, juga menegaskan pentingnya pembaruan regulasi secara komprehensif. Ia menyebut substansi dalam UU No. 34 Tahun 1964 junto PP No. 18 Tahun 1965 tidak lagi sejalan dengan kerangka regulasi modern seperti UU SJSN, UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, maupun UU Perkeretaapian.
“Perlu ada langkah pembaruan dalam dua tahap. Jangka pendek melalui revisi peraturan pelaksana, dan jangka panjang melalui perubahan di tingkat undang-undang agar sinkron dengan sistem jaminan sosial nasional,” jelas Didik.
Kegiatan konsinyering ini menjadi bagian dari komitmen Jasa Raharja dalam memperkuat tata kelola kelembagaan, meningkatkan akuntabilitas, serta menjamin bahwa program perlindungan bagi korban kecelakaan tetap menjadi prioritas utama dalam setiap perkembangan kebijakan publik. (Smty)
Social Header