Donatus Openg, kuasa hukum Anik Yahya (atas). Putu Suardana, jurnalis/terdakwa (bawah). Foto sempadan sungai yang diduga dilanggar oleh SPBU.
Jembrana, baliberkabar id – Dugaan pelanggaran sempadan Sungai Ijogading di Kabupaten Jembrana kembali menjadi sorotan publik. Namun, persoalan ini kini berkembang menjadi sengketa hukum antara seorang jurnalis dan pihak SPBU.
Sengketa tersebut dipicu oleh judul berita media online CMN yang tayang pada 11 April 2024, berjudul “Seakan Menjajah, Investor Ini Masuk Kabupaten Jembrana Diduga Mencaplok Sempadan Sungai”. Judul itu dinilai merugikan nama baik pemilik SPBU, Anik Yahya.
“Klien kami merasa dizalimi oleh pemberitaan ini,” ujar Donatus Openg, penasihat hukum Anik Yahya, saat dikonfirmasi usai sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Negeri Jembrana, Selasa (19/8/2025).
Terkait adanya surat teguran dari Badan Wilayah Sungai (BWS), Donatus Openg menilai tidak ada substansinya.
“Surat teguran BWS memang ada, tetapi secara substansi tidak ada. Konstruksi SPBU ini berjarak tiga meter dari tanggul sungai, sehingga tidak melanggar ketentuan sempadan,” jelas Donatus, yang juga mantan wartawan.
Di sisi lain, jurnalis Putu Suardana menegaskan bahwa pemberitaan yang ia tulis sepenuhnya berdasarkan dokumen resmi BWS.
“Berita yang saya tulis bukan tuduhan atau hoaks, tetapi fakta berdasarkan dokumen resmi. Semua informasi telah diverifikasi,” jelas Suardana.
Ia menambahkan, redaksi Bali Berkabar juga telah menyurati BWS, dan pada 5 Agustus 2025 menerima jawaban tertulis yang kembali menegaskan adanya dugaan pelanggaran sempadan sungai oleh SPBU.
Terkait judul yang dipermasalahkan, Suardana menjelaskan, dalam praktik jurnalistik judul berita memang kerap dibuat provokatif untuk menarik perhatian pembaca. Menurutnya, istilah seperti “mencaplok” atau “menjajah” tidak dimaknai secara harfiah, melainkan sebagai kiasan untuk menggambarkan adanya pelanggaran atau pemaksaan.
Sebagai contoh, ia menyinggung pembangunan di sempadan Sungai Ijogading. Meskipun BWS menyatakan pembangunan tersebut melanggar aturan, pihak SPBU tetap melanjutkan proyek. Kondisi inilah yang kemudian ia ibaratkan sebagai bentuk mencaplok atau menjajah.
"Jika dimaknai secara harfiah, mencaplok berarti makan, dan menjajah identik dengan perang atau perebutan wilayah secara paksa. Tetapi dalam konteks pemberitaan, kata-kata itu menggambarkan adanya tindakan pemaksaan atau pelanggaran terhadap aturan," tegasnya.
Kasus ini kini bergulir di Pengadilan Negeri Negara sejak 12 Agustus 2025, dengan Putu Suardana didakwa berdasarkan Pasal 45 ayat 4 juncto Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang ITE.
Publik kini menunggu putusan majelis hakim, apakah akan mempertimbangkan fakta resmi dari BWS serta prinsip perlindungan kebebasan pers, atau menitikberatkan pada aduan pencemaran nama baik pihak SPBU. (Smty)
Social Header