Banyuwangi- adalah sebuah wilayah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Banyuwangi atau sering disebut Kota Banyuwangi.
Kabupaten ini terletak di ujung timur pulau Jawa, di kawasan Tapal Kuda, serta wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Bondowoso di sebelah utara, Selat Bali (Provinsi Bali) di sebelah timur, Samudera Hindia di sebelah selatan, serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di sebelah barat.
Kabupaten Banyuwangi merupakan kabupaten terluas di Jawa Timur sekaligus menjadi yang terluas di Pulau Jawa, dengan luas wilayahnya yang mencapai 5.782,50 km², atau lebih luas dari Pulau Bali (5.636,66 km²).
Di pesisir Kabupaten Banyuwangi, terdapat Pelabuhan Ketapang, yang merupakan penghubung utama antara Pulau Jawa dengan Pulau Bali (Pelabuhan Gilimanuk).
Sejarah
Sejarah Banyuwangi tidak lepas dari sejarah Kerajaan Blambangan. Pada pertengahan abad ke-17, Banyuwangi merupakan bagian dari Kerajaan Hindu Blambangan yang dipimpin oleh Pangeran Tawang Alun.
Pada masa ini secara administratif VOC menganggap Blambangan sebagai wilayah kekuasannya, atas dasar penyerahan kekuasaan Jawa bagian timur (termasuk Blambangan) oleh Pakubuwono II kepada VOC.
Padahal Mataram tidak pernah bisa menguasai daerah Blambangan yang saat itu merupakan kerajaan Hindu terakhir di Pulau Jawa.
Namun VOC tidak pernah benar-benar menancapkan kekuasaannya sampai pada akhir abad ke-17, ketika pemerintah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Blambangan. Daerah yang sekarang dikenal sebagai "kompleks Inggrisan" adalah bekas tempat kantor dagang Inggris.[7]
VOC segera bergerak untuk mengamankan kekuasaannya atas Blambangan pada akhir abad ke-18. Hal ini menyulut perang besar selama lima tahun (1767–1772). Dalam peperangan itu terdapat satu pertempuran dahsyat yang disebut Puputan Bayu sebagai merupakan usaha terakhir Kerajaan Blambangan untuk melepaskan diri dari belenggu VOC.
Pertempuran Puputan Bayu terjadi pada tanggal 18 Desember 1771 yang akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Banyuwangi. Sayangnya, perang ini tidak dikenal luas dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan kompeni Belanda.
Namun pada akhirnya VOC-lah yang memperoleh kemenangan dengan diangkatnya R. Wiroguno I (Mas Alit) sebagai Bupati Banyuwangi pertama dan tanda runtuhnya Kerajaan Blambangan. Tetapi perlawanan sporadis rakyat Blambangan masih terjadi meskipun VOC sudah menguasai Blambangan.
Itu bisa terlihat dengan tidak adanya pabrik gula yang dibangun oleh VOC saat itu, berbeda dengan kabupaten lainnya di Jawa Timur.[butuh rujukan]
Tokoh sejarah fiksi yang terkenal adalah Putri Sri Tanjung yang di bunuh oleh suaminya di pinggir sungai karena suaminya ragu akan janin dalam rahimnya bukan merupakan anaknya tetapi hasil perselingkuhan ketika dia ditinggal menuju medan perang.
Dengan sumpah janjinya kepada sang suami sang putri berkata:
"Jika darah yang mengalir di sungai ini amis memang janin ini bukan anakmu tetapi jika berbau harum (wangi) maka janin ini adalah anakmu". Maka seketika itu darah yang mengalir ke dalam sungai tersebut berbau wangi, maka menyesalah sang suami yang dikenal sebagai Raden Banterang ini dan menamai daerah itu sebagai Banyuwangi.[butuh rujukan]
Tokoh sejarah lain ialah Minak Djinggo, seorang Adipati dari Blambangan yang memberontak terhadap Kerajaan Majapahit dan dapat ditumpas oleh utusan Majapahit, yaitu Damarwulan.
Namun sesungguhnya nama Minak Djinggo bukanlah nama asli dari adipati Blambangan. Nama tersebut diberikan oleh sebagian kalangan istana Majapahit sebagai wujud olok-olok kepada Brhe Wirabumi yang memang putra prabu hayam wuruk dari selir.
Bagi masyarakat Blambangan, cerita Damarwulan tidak berdasar. Cerita ini hanya bentuk propaganda Mataram yang tidak pernah berhasil menguasai wilayah Blambangan yang saat itu disokong oleh kerajaan Hindu Mengwi di Bali.
Julukan
Patung selamat datang di Banyuwangi pada kaki gunung Gumitir
Kabupaten Banyuwangi menyandang beberapa julukan, di antaranya
- The Sunrise of Java
Julukan The Sunrise of Java disandang Kabupaten Banyuwangi tidak lain karena daerah yang pertama terkena sinar matahari terbit di Pulau Jawa.
- Bumi Blambangan
Sejarah berdirinya Banyuwangi tidak bisa dilepaskan dari sejarah kerajaan Blambangan, karena Blambangan merupakan cikal bakal dari Banyuwangi. Blambangan adalah kerajaan yang semasa dengan kerajaan Majapahit bahkan dua abad lebih panjang umurnya. Blambangan adalah kerajaan yang paling gigih bertahan terhadap serangan Mataram dan VOC serta Blambanganlah kerajaan yang paling akhir ditaklukkan penjajah Belanda di Pulau Jawa.
Osing
Salah satu keunikan Banyuwangi adalah penduduk yang multikultur, dibentuk oleh 3 elemen masyarakat yaitu Jawa Mataraman, Madura, dan Osing. Suku Osing adalah penduduk asli Banyuwangi. Sebagai keturunan kerajaan Blambangan, suku Osing mempunyai adat-istiadat, budaya maupun bahasa yang berbeda dari masyarakat Jawa dan Madura.
Gandrung
Kabupaten Banyuwangi terkenal dengan Tari Gandrung yang menjadi maskot kabupaten ini.
'Banteng
Kabupaten Banyuwangi dijuluki kota banteng dikarenakan di Banyuwangi tepatnya di Taman Nasional Alas Purwo terdapat banyak banteng jawa.
Pisang
Sejak dahulu Kabupaten Banyuwangi sangat dikenal sebagai penghasil pisang terbesar, bahkan tiap dipekarangan rumah warga selalu terdapat pohon pisang.
Festival
Berawal dari sukses penyelenggaraan kegiatan budaya Banyuwangi Ethno Carnival pertama pada tahun 2011 lalu, maka pada tahun-tahun berikutnya seakan tak terbendung lagi semangat dan kegairahan masyarakat Banyuwangi untuk mengangkat potensi dan budaya daerah melalui rangkaian kegiatan yang dikemas dalam tajuk Banyuwangi Festival.
Maka sejak 2012 acara Banyuwangi Ethno Carnival ditahbiskan menjadi agenda tahunan berbarengan dengan kegiatan lain, baik yang bersifat seni, budaya, fesyen, dan wisata olahraga.
Geografi
Secara geografis Kabupaten Banyuwangi terletak pada koordinat 7º45’15”–8º43’2” LS dan 113º38’10” BT.
Wilayah Kabupaten Banyuwangi cukup beragam, dari dataran rendah hingga pegunungan. Kawasan perbatasan dengan Kabupaten Bondowoso, terdapat rangkaian Dataran Tinggi Ijen dengan puncaknya Gunung Raung (3.344 m) dan Gunung Merapi (2.799 m). Di balik Gunung Merapi terdapat Gunung Ijen yang terkenal dengan kawahnya. Gunung Raung dan Gunung Ijen adalah gunung api aktif. [8][9]
Bagian selatan terdapat perkebunan, peninggalan sejak zaman Hindia Belanda. Di perbatasan dengan Kabupaten Jember bagian selatan, merupakan kawasan konservasi yang kini dilindungi dalam sebuah cagar alam, yakni Taman Nasional Meru Betiri. Pantai Sukamade merupakan kawasan penangkaran penyu. Di Semenanjung Blambangan juga terdapat cagar alam, yaitu Taman Nasional Alas Purwo.
Pantai timur Banyuwangi yang menghadap ke Selat Bali merupakan salah satu penghasil ikan terbesar di Jawa Timur. Tepatnya di Kecamatan Muncar yaitu pelabuhan perikanan Muncar.
Batas wilayah
Wilayah Kabupaten Banyuwangi berbatasan langsung dengan beberapa wilayah lain, yakni:
Utara Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Bondowoso
Timur Selat Bali, Provinsi Bali
Selatan Samudera Hindia
Barat Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Jember
Topografi
Kabupaten Banyuwangi terletak di ketinggian 0–2.500 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan tingkat kelerengan, wilayah Kabupaten Banyuwangi terbagi dalam empat kategori tingkat kelerangan, yaitu tingkat kelerengan 0–2%, tingkat kelerengan 2–15%, tingkat kelerengan 15–40%, dan tingkat kelerengan >40%. Berikut adalah detailnya:
Tingkat kelerengan 0–2% dapat dijumpai di seluruh kecamatan di Kabupaten Banyuwangi
Tingkat kelerengan 2–15% dapat dijumpai di hampir seluruh wilayah Kabupaten Banyuwangi, kecuali Kecamatan Muncang dan Kecamatan Cluring
Tingkat kelerengan 15–40% dapat dijumpai di sebagian besar wilayah Kabupaten Banyuwangi, kecuali Kecamatan Muncal, Cluring, Gambiran, Tegalsari, Genteng, Srono, Rogojampi, Singojuruh, Giri, dan Banyuwangi.
Tingkat kelerengan >40% dapat dijumpai di sebagian wilayah Kabupaten Banyuwangi, kecuali Kecamatan Purwoharjo, Muncal, Cluring, Gambiran, Tegalsari, Genteng, Srono, Rogojampi, Kabat, Singojuruh, Giri, Sempu, dan Banyuwangi.[10]
Geohidrologi
Beberapa sungai besar maupun kecil yang melintas Kabupaten Banyuwangi mulai dari bagian utara ke selatan sehingga merupakan daerah yang cocok pertanian lahan basah, yaitu meliputi :
Sungai Bajulmati (20 km), melewati Kecamatan Wongsorejo.
Sungai Selogiri (6,173 km), melewati Kecamatan Kalipuro.
Sungai Ketapang (10,26 km), melewati Kecamatan Kalipuro.
Sungai Sukowidi (15,826 km), melewati Kecamatan Kalipuro.
Sungai Bendo (15,826 km), melewati Kecamatan Glagah.
Sungai Sobo (13,818 km), melewati Kecamatan Banyuwangi dan Glagah.
Sungai Pakis (7,043 km), melewati Kecamatan Banyuwangi.
Sungai Tambong (24,347 km), melewati Kecamatan Glagah dan Kabat.
Sungai Binau (21,279 km), melewati Kecamatan Rogojampi.
Sungai Bomo (7,417 km), melewati Kecamatan Rogojampi, Srono, dan Muncar.
Sungai Setail (73,35 km), melewati Kecamatan Sempu, Genteng, Tegalsari, Gambiran, Purwoharjo dan Muncar.
Sungai Porolinggo (30,70 km)melewati Kecamatan Genteng.
Sungai Kalibarumanis (18 km), melewati Kecamatan Kalibaru dan Glenmore.
Sungai Wagud (14,60 km), melewati Kecamatan Genteng, Cluring dan Muncar.
Sungai Karangtambak (25 km), melewati Kecamatan Pesanggaran.
Sungai Bango (18 km), melewati Kecamatan Bangorejo dan Pesanggaran.
Sungai Baru (80,70 km), melewati Kecamatan Kalibaru, Glenmore, Tegalsari, Siliragung dan Pesanggaran.[10]
Iklim
Suhu udara di wilayah datara rendah berkisar antara 20°–34°C, sedangkan wilayah dataran tinggi bersuhu udara kurang dari 19°C. Tingkat kelembapan di Kabupaten Banyuwangi bervariasi antara 73–84%.
Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, hampir seluruh wilayah Kabupaten Banyuwangi masuk dalam kategori iklim tropis basah dan kering (Aw & Am) dengan dua musim, yakni musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau di wilayah Kabupaten Banyuwangi berlangsung pada periode Mei–Oktober dengan puncak musim kemarau adalah bulan Agustus.
Sementara itu, musim hujan di wilayah Banyuwangi berlangsung pada periode November–April dengan bulan terbasah adalah bulan Januari dan Februari yang curah hujan bulanannya lebih dari 280 mm per bulan. Curah hujan tahunan di wilayah Banyuwangi berkisar antara 1.000–2.000 mm per tahun dengan jumlah hari hujan bervariasi antara 80–150 hari hujan per tahun
Social Header