Breaking News

Semakin Seru Sidang ITE Suradnyana Vs Tirtawan, Saksi Nyatakan Lahannya Dirampas Pemkab Buleleng

Tiga saksi a de charge saat mengikuti jalannya sidang.

Buleleng – baliberkabar.id | Sidang lanjutan pencemaran nama baik mantan Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana dengan terlapor Nyoman Tirtawan masih dalam agenda mendengarkan keterangan di gelar di Ruang Candra, Pengadilan Negeri Singaraja pada hari Rabu, (31/1/2024).

Adapun saksi A De Charge ( Saksi meringankan) yang dihadirkan dalam sidang kali ini ada sebanyak 3 orang, yakni: Haryanto, Wayan Bakti, Komang Ardika Yasa, semuanya warga Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak - Buleleng, Bali.

Dari pantauan awak media dalam persidangan, ketiga saksi pada intinya kompak menyatakan lahan miliknya merasa dirampas oleh Pemkab Buleleng.

Untuk memperjelas pernyataan ketiga saksi, awak media kembali meminta keterangannya seusai sidang. 

Saksi Wayan Bakti, dia mengatakan tanah tersebut adalah milik orang tuanya, sebagai bukti dia mempunyai dokumen Sertifikat tahun 59 namun dibawa oleh saudaranya.

"Sekarang yang saya punya  Sporadik dengan SPPT, bukti pembayaran pajak sampai tahun 2022, itu sudah dibayar, walaupun sekarang belum saya kerjakan, tapi itu masih tetap hak orang tua termasuk saya sebagai pelanjut dari  hak orang tua yang berupa tanah di Dusun Batu Ampar, Desa Pejarakan," jelas Wayan Bakti.

Wayan Bakti berharap kepada Pemerintah agar segera mengembalikan lahannya supaya bisa ia garap seperti dulu.

"Tanah saya dipagari dari tahun 2017, kalau tidak dipagari, maunya saya menanam jagung, ketela, kacang sama komak. Karena status tanahnya belum jelas, makanya tidak dikasi menggarap, dan beraktifitas apapun. Selama ini saya mengandalkan penghasilan dari buruh tani, ternak," ungkapnya.

Dan ia sebagai pewaris mengaku belum pernah memindah tangankan legalitas yang diterbitkan tahun 59 itu.

Gusti Adi Kusuma SH, Penasihat Hukum Nyoman Tirtawan.

Senada seperti yang disampaikan Wayan Bakti, saksi Haryanto pun menyatakan yang sama, bahwa tanah  itu waris dari leluhurnya, dan dia adalah generasi ke tiga.

"Tanah itu dulunya cerita kakek saya itu tahun 1945 keatas, sejarahnya seperti itu, sampai sekarang tanah itu masih kami kuasai namun setelah 2017, terjadinya pembangunan Hotel itu, kami tidak bisa menggarap lagi lahan itu karena sudah dipagari sama ada plang yang berisi "Tanah Milik Pemkab Buleleng". Karena tanah kami dipagari, kami tidak bisa menanam," ujar Haryanto.

"Saya berharap agar tanah itu dikembalikan. karena ini sudah bertahun-tahun, dan berlarut -larut, sejak pengambilan tanah itu, tanah itu terbengkalai, sedangkan kami sudah tidak bisa menggarap. Tolong kembalikan tanah kami," pinta Haryanto.

Sedangkan saksi Komang Ardika Yasa juga mengaku tanah miliknya dipagari oleh orang yang tidak ia kenal.

"Saya kan ahli warisnya. saya ingin menggarap tanah itu, mau saya tanami Palawija dan singkong. Saya punya alas hak, Sporadik," ucapnya.

Sementara kuasa hukum Nyoman Tirtawan membeberkan fakta yang terungkap dalam sidang.

"Saksi menyebutkan bahwa ada plang disana, artinya mereka prosesi-prosesinya juga Pemkab yang menyerobot, bahkan melibatkan oknum Aparat Penegak Hukum, tapi saya sulit bicara oknum, karena banyak, lebih dari 10 orang, jadi sulit menyebut oknum. Makanya kita harapkan nanti, tolonglah Bapak Kapolres yang baru, kita sangat mengharap juga , hal-hal yang ada kaitannya dengan kinerja anggota juga , tolong sangat-sangat diperhatikan, terutama yang menyentuh hak-hak dari masyarakat," ujar I Gst Adi Kusuma Jaya SH.

Agus Kusuma juga memohon kepada pihak kepolisian Polres Buleleng supaya hadir saat dilaksanakanya proses Pemeriksaan Setempat (PS).

"Tolong kepolisian hadir untuk menjaga keamanan pelaksanaan PS, artinya bertanggungjawab dengan keamanan karena itu salah satu Tupoksi dari lembaga kepolisian, menjaga keamanan pelaksanaan persidangan," harapnya.

Sementara Nyoman Tirtawan sendiri sebagai terdakwa atas laporan UU ITE   mantan Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana, kembali menegaskan apa yang disampaikan oleh lembaga tinggi Negara melalui Menkopolhukam, Bapak Mahfud MD yang menyatakan itu adalah tanah Exs HPL.

"Secara yuridik, kalau sudah namanya Exs bukan lagi HPL, terlebih bagaimana, pihak BPN dan Pemkab Buleleng  melakukan tindakan-tindakan koboi dalam melakukan tugasnya yang melanggar SOP dalam menerbitkan sertifikat , karena Pemkab Buleleng melalui BPKP memohonkan pembatalan sertifikat milik Nyoman Parwata, tanggal  28 Januari 2020, namun proses permohonan pembatalan sertifikat itu belum ditolak, belum diterima sudah menerbitkan sertifikat diatas tanah sertifikat milik Nyoman Parwata. Itu sudah melanggar ketentuan yang baku karena tidak boleh menerbitkan sertifikat  sebelum status tanah diatas itu Clear and Clean," terang Tirtawan.

Tirtawan juga menduga BPN bersama Pemkab Buleleng berkonspirasi melakukan pelanggaran hukum.

"Jelas  BPN sama Pemkab Buleleng berkonspirasi melakukan tindakan-tindakan melangar etika, melanggar hukum, dan semestinya hadir di tengah-tengah masyarakat untuk mensejahterakan rakyat, justru disini merampok atau merampas tanah milik rakyat," pungkas Tirtawan. (Sdn/Red)
© Copyright 2022 - Bali Berkabar