Jakarta - baliberkabar.id | Sidang pertama permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dengan nomor perkara 98/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Jkt.Pst yang diajukan oleh ribuan nasabah PT Fikasa Group telah digelar pada Kamis, 24 April 2025, di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Namun sangat disayangkan, pihak termohon, PT Fikasa Group, tidak hadir dalam persidangan penting tersebut.
Dr. Benny Wullur, S.H., M.H.Kes, kuasa hukum yang mewakili para nasabah korban, menyatakan keprihatinannya atas ketidakhadiran pihak termohon.
"Kami sudah mengikuti sidang pertama permohonan PKPU pada Kamis kemarin, namun sangat disesalkan, pihak Fikasa Group tidak hadir," ungkap Benny melalui siaran persnya , Minggu (27/04/2025).
Sebagai informasi, Mahkamah Agung sebelumnya telah mengeluarkan putusan yang membebaskan para terdakwa dari Fikasa Group, antara lain Elly Salim, Christian Salim, Agung Salim, Bhakti Salim, dan Maryani — dari dakwaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang merugikan korban hingga mencapai Rp4,2 triliun. Putusan tersebut, berupa onslag van alle rechtsvervolging (lepas dari segala tuntutan hukum), dinilai sangat melukai hati ribuan korban.
"Putusan onslag tersebut membuat dana-dana yang semula telah disita demi kepentingan pengembalian hak korban, kini justru harus dikembalikan kepada para pelaku," tegas Benny.
"Hal ini bukan hanya meruntuhkan keadilan, tetapi juga mengoyak harapan ribuan keluarga, orang tua, anak-anak, dan lansia yang menggantungkan masa depan mereka pada investasi yang ditawarkan oleh PT Fikasa Group." Kata Benny menambahkan.
Lebih lanjut Benny menyampaikan bahwa para korban, yang jumlahnya lebih dari 4000 orang, kini hidup dalam kondisi sangat memprihatinkan. Banyak di antara mereka yang sudah lanjut usia, sakit, bahkan harus mengorbankan pendidikan anak-anak mereka karena kehilangan dana investasinya.
Salah satu korban, Rini, mengungkapkan kisah pilunya saat konferensi pers di kawasan Kemayoran, Jakarta Utara, Selasa (22/04/2025). Dengan suara bergetar dan air mata, Rini menceritakan bagaimana suaminya, yang setiap hari menunggu janji pengembalian dana dari Fikasa Group, akhirnya meninggal dunia karena beban pikiran berat. Ibunya pun kini menderita stroke, dan ia sendiri kesulitan membiayai pendidikan anak-anaknya.
"Saya mohon kepada Majelis Hakim PN Niaga Jakarta Pusat, tolonglah kabulkan permohonan PKPU kami. Ini adalah satu-satunya jalan agar kami bisa mendapatkan kembali uang kami," seru Rini dengan penuh harap.
Chris, korban lainnya dari Bandung, juga menceritakan bahwa bersama rekan-rekannya sesama nasabah, mereka mengalami kerugian hingga Rp31 miliar.
"Kami hadir ke Jakarta membawa harapan terakhir, semoga permohonan PKPU ini membuka jalan bagi keadilan dan kembalinya dana kami," katanya.
Dr. Benny Wullur dalam pembelaannya menyampaikan seruan moral kepada para penegak hukum.
"Hari ini, di hadapan hukum, kami tidak hanya memperjuangkan uang. Kami memperjuangkan hidup, masa depan, dan kepercayaan terhadap keadilan di negeri ini. Kami mohon, kiranya Majelis Hakim PN Niaga Jakarta Pusat dapat mengabulkan permohonan PKPU ini, demi menyelamatkan ribuan nasib rakyat kecil yang telah menjadi korban," tutup Benny.
Sidang lanjutan perkara PKPU antara nasabah dan PT Fikasa Group dijadwalkan akan kembali digelar pada Senin, 5 Mei 2025, di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Harapan ribuan korban kini bergantung kepada ketegasan dan keberpihakan hukum terhadap keadilan. (Smty/Tim)
Social Header