Breaking News

Koster Sindir Pusat: Bali Sumbang Separuh Devisa Pariwisata RI, tapi Infrastruktur Masih Tertinggal

Wayan Koster, Gubernur Bali.

DENPASAR, Baliberkabar id – Gubernur Bali Wayan Koster menyoroti ketimpangan antara besarnya kontribusi Bali terhadap devisa pariwisata nasional dengan dukungan yang diterima dari pemerintah pusat. Ia menegaskan, lebih dari separuh pendapatan devisa pariwisata Indonesia berasal dari Pulau Dewata, namun pembangunan infrastruktur di daerah dianggap belum sebanding dengan kontribusi tersebut.

Pernyataan itu disampaikan Koster dalam wawancara di Denpasar, Rabu (3/12/2025). Ia memaparkan bahwa jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berlibur ke Bali pada 2025 diperkirakan mencapai 7,1–7,2 juta kunjungan, melampaui rekor sebelum pandemi.

“Ekonomi kita tumbuh lebih cepat, kemiskinan turun, pengangguran turun. Tapi kita juga harus jujur bertanya: seberapa besar Bali menyumbang bagi Indonesia?” ujar Koster.

Mengacu data BPS, belanja rata-rata wisman di Bali mencapai 1.677 dolar AS per kunjungan. Dengan kurs Rp16.500, total pengeluaran 6,3 juta wisman pada tahun 2024 mencapai sekitar Rp174 triliun. Pada periode yang sama, Indonesia mencatat 13,9 juta kunjungan wisman dengan rerata belanja 1.392 dolar, menghasilkan perputaran uang sekitar Rp319 triliun.

“Artinya, Bali sendiri menyumbang 54,5 persen devisa pariwisata nasional,” tegasnya.

Koster kemudian mempertanyakan bentuk dukungan pemerintah pusat terhadap daerah yang menjadi tulang punggung industri pariwisata nasional itu.
“Bali sudah menyetor devisa ratusan triliun. Lalu apa timbal balik dari pusat untuk Bali?” ujarnya.

Menurut Koster, kualitas infrastruktur Bali belum mencerminkan posisi pulau tersebut sebagai destinasi global dan tuan rumah berbagai ajang internasional, mulai dari forum bisnis dunia hingga pertemuan politik tingkat tinggi.
“Pariwisata kelas dunia butuh infrastruktur kelas dunia. Ini bukan hanya untuk Bali, tetapi juga demi citra Indonesia,” katanya.

Koster menegaskan bahwa pihaknya tidak menuntut status otonomi khusus. Namun, ia meminta kewenangan yang lebih luas untuk mengatur isu-isu strategis yang bersifat khas dan penting bagi keberlanjutan pariwisata Bali.

“Kami tidak minta otonomi khusus. Yang kami perlukan adalah kewenangan khusus agar Bali bisa bertahan, tumbuh berkelanjutan, dan tetap kompetitif,” ujar Koster.

Ia juga mengimbau pelaku industri pariwisata untuk tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek.
“Semua pihak harus mengambil bagian dalam mengelola Bali ke depan. Tantangannya besar, dan harus dihadapi bersama,” katanya. (Smty)
© Copyright 2022 - Bali Berkabar