Jakarta - baliberkabar.id | Berita pemagaran laut semakin memicu opini negatif di kalangan masyarakat dan memunculkan gelombang protes keras dari para nelayan setempat.
Bahkan para petinggi negara, politisi, akademisi, hingga media pun telah turun tangan dan menyampaikan pandangan masing-masing, yang kini berkembang menjadi perdebatan serius.
Ke manakah arah hukum dan status hukum jika ditemukan pelanggaran serius?
Pemasangan pagar laut di kawasan Tangerang disinyalir akan menjadi pemicu awal dimulainya proyek reklamasi di wilayah tersebut.
Langkah ini telah menimbulkan gelombang protes keras dari para nelayan setempat, yang merasa dirugikan dan terancam mata pencaharian mereka. Mereka mengutarakan kekhawatiran bahwa akses ke laut terganggu, menghambat aktivitas penangkapan ikan yang merupakan sumber penghidupan utama bagi banyak dari mereka.
Peristiwa ini juga memicu polemik serta perdebatan luas mengenai dampak lingkungan dan sosial dari reklamasi.
Hal ini turut mendorong Sekjen Fast Respon Nusantara, Dian Surahman, untuk angkat bicara.
"Pemasangan pagar laut tersebut menjadi sorotan serius, terutama bagi nelayan setempat yang merasa dirugikan secara langsung. Itulah yang menjadi keluhan utama para nelayan," ujar Sekjen FRN, Dian Surahman kepada awak media ini saat diminta pandangannya terkait pagar laut, Senin (20/1/2025).
Sekjen mengecam keras polemik ini, menyoroti lemahnya respons pemerintah dalam menanggapi persoalan tersebut. Ia mendesak agar pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan ilegal segera ditindak tegas.
Selain itu, Sekjen FRN menekankan pentingnya penegakan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait pengelolaan lingkungan hidup, tata ruang, dan zonasi, tentunya dalam pengawasan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Dian Surahman dengan tegas mengkritik pagar laut yang telah disertifikasi itu. "Laut tidak dapat disertifikasi karena merupakan badan air yang luas dan tidak memiliki batasan yang jelas," tegasnya.
"Masalah ini harus segera diselesaikan sebelum menjadi kerugian bagi masyarakat, khususnya para nelayan Indonesia. Mengingat lemahnya tindakan pemerintah, maka harus dipastikan adanya pemahaman dan tindakan yang cepat, tegas, dan tuntas," pungkas Sekjen FRN dengan nada serius.
Sebagaimana yang disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid, pagar laut misterius di Tangerang telah mengantongi sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), yang mencakup 263 bidang dan dikeluarkan atas nama beberapa perusahaan serta perseorangan. Rincian sertifikat tersebut adalah sebagai berikut:
Rincian Sertifikat
- PT Intan Agung Makmur: 234 bidang
- PT Cahaya Inti Sentosa: 20 bidang
- Perseorangan: 9 bidang
- Sertifikat Hak Milik atas nama Surhat Haq: 17 bidang
Nusron mengakui beberapa waktu lalu bahwa pihaknya belum dapat mengambil tindakan terkait pagar laut misterius tersebut, mengingat lokasinya berada di wilayah perairan. Menurutnya, Kementerian ATR/BPN belum memiliki wewenang untuk masuk dan mengurus persoalan tersebut.
"Selama sertifikat itu belum mencapai usia lima tahun dan ternyata dalam perjalanannya terbukti ada cacat material, cacat prosedural, dan cacat hukum, maka dapat kami batalkan dan tinjau ulang tanpa harus melalui proses pengadilan," tegas Nusron. (Smty)
Social Header