Breaking News

Pedas, Aliansi LSM Buleleng Berkumpul Desak Polres Buleleng Segera Tingkatkan Status Laporan Terkait Penguasaan Tanah Negara

Buleleng - Bali berkabar.id | Sejumlah tokoh masyarakat Buleleng berkumpul untuk berbagi pandangan dan berusaha mencapai kesepahaman mengenai berbagai isu yang menjadi perhatian publik di Kabupaten Buleleng sepanjang tahun 2024.

Tokoh masyarakat tersebut antara lain mantan anggota DPRD Provinsi Bali, Nyoman Tirtawan, serta tokoh LSM Buleleng seperti Drs. Ketut Yasa, Ketua LSM Aliansi Buleleng Jaya (ABJ), Antonius Sanjaya Kiabeni, Ketua LSM Gema Nusantara (Genus), Ketua DPD GTI Buleleng Jro Gede Budiasa, dan Gede Anggastia. Mereka berkumpul di Warung Bambu, Desa Pemaron, Kecamatan Buleleng, sembari mengundang wartawan dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2024, Selasa (31/12/2024) pukul 13.00 WITA.

Salah satu permasalahan yang menjadi fokus diskusi adalah kasus Bukit Ser, yang berkaitan dengan dugaan pengkaplingan tanah negara secara tidak sah di Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak.

Para tokoh ini sepakat untuk mendorong pihak Polres Buleleng agar segera meningkatkan status kasus tersebut dari tahap penyelidikan menjadi penyidikan.

Mereka yakin, dengan peningkatan status ini, polisi akan dapat segera melakukan penyitaan terhadap barang bukti yang relevan, yang diyakini menunjukkan tindakan ilegal oleh oknum mafia tanah. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat proses hukum sehingga para pelaku bisa segera ditangkap dan diadili.

“Kami mendesak Polres Buleleng untuk segera menyita semua barang bukti dan juga menangkap para mafia tanah yang terlibat dalam aksi pencaplokan tanah negara itu,” desak Nyoman Tirtawan mengawali keterangannya dalam konferensi pers yang didukung oleh seluruh aktivis LSM yang hadir.

Tirtawan menilai Polres Buleleng terlalu lamban merespons laporan para aktivis LSM itu, padahal laporan mereka sudah disampaikan ke Polres Buleleng sekitar tiga minggu lalu alias awal bulan Desember 2024.

Tirtawan pun membandingkan kasus ITE yang menjeratnya dengan nilai kerugian hampir tidak ada, dengan kasus tanah Bukit Ser yang nilai kerugian yang diderita negara mencapai Rp 500 miliar lebih. “Kasus ITE saya dulu hanya untuk menyita SIM card saya yang seharga Rp 5.000, puluhan polisi selama dua hari berturut-turut menggeledah rumah saya. Kasus Bukit Ser yang nilai kerugian negara mencapai Rp 500-an miliar itu polisi malah diam. Mana keadilan,” kritik Tirtawan.

Para aktivis LSM itu sepakat, bila polisi berani main kongkalikong dalam penanganan kasus ini maka Gabungan LSM Buleleng mengancam akan mengepung Polres Buleleng. “Kita akan demo Polres Buleleng kalau polisi bermain-main dengan kasus tanah Bukit Ser. Kita tegak lurus, tidak main-main,” ancam Antonius Sanjaya Kiabeni didukung oleh Angas, Jro Budiasa, Ketut Yasa, dan Tirtawan.

Anton, sapaan akrab Antonius Sanjaya Kiabeni menyatakan bahwa kasus pencaplokan tanah negara di Bukit Ser itu merupakan kasus besar karena melibatkan mafia tanah kelas kakap sehingga harus dikeroyok bersama-sama oleh seluruh LSM di Buleleng, dan semua komponen masyarakat yang cinta keadilan di Kabupaten Buleleng.

Anton mengaku, mereka sudah bertemu dengan Kapolres Buleleng AKBP Ida Bagus Widwan Sutadi, SIK, MH, dan menegaskan bahwa Gabungan LSM Buleleng yang sedang mengawal dan mengungkap aksi pencaplokan tanah negara itu berprinsip tegak lurus maka Kapolres dan jajarannya di Polres Buleleng juga diminta tegak lurus dalam menangani kasus ini.

“Memang sudah banyak saksi yang diperiksa, tetapi kami mohon agar segera ditingkatkan status kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan, sehingga dokumen-dokumen yang ada di BPN Buleleng segera disita. Karena kemarin yang kami mohonkan itu nyaplir,” ungkap Anton.

Aliansi LSM Buleleng ini juga mengungkapkan bahwa dalam kunjungan DPRD Buleleng ke lokasi tanah sengketa terbongkar bahwa masyarakat mengaku permohonan tanah negara itu dibantu oleh salah satu oknum pengacara dengan fee 50-50 (artinya bila permohonan itu dikabulkan maka tanah setiap mohon itu dibagi dua alias 50 persen – 50 persen dengan oknum pengacara itu).

Anton dan kawan-kawan sudah berikrar bahwa pengungkapan kasus pencaplokan tanah negara di Bukit Ser itu akan dijadikan “Kado 100 Hari Presiden Prabowo Subianto untuk bersih-bersih birokrat dari Buleleng. “Jadi kalau ada yang main-main, baik polisi, pejabat negara, atau siapapun akan berurusan dengan Presiden,” tandas Anton diberi aplaus oleh rekan-rekannya.

Sementara, Ketua DPC GTI Buleleng Jro Gede Budiasa juga menyayangkan aksi oknum pengacara yang turut membantu mengurus permohonan oleh warga dengan iming-iming bagi dua bila permohonan itu dikabulkan BPN Buleleng. “Si advokat itu sudah melanggar kode etik advokat itu. Karena advokat itu dia beracara di pengadilan, membantu gitu loh. Karena ada ketentuan ada success fee bila memenangkan perkara. Ini cuma sebatas permohonan kan tidak ada biaya, kenapa dia (oknum advokat, red) mendapat 50 persen? Itu diduga sudah mafia tanah itu,” kritik Jro Budiasa.

LSM Gabungan Buleleng juga sangat menyayangkan pernyataan Ketua DPRD Buleleng Ketut Ngurah Arya saat berkunjung ke lokasi tanah sengketa di Bukit Ser yang menyatakan semuanya sudah clear.

“Apanya yang clear? Ini ketua DPRD Buleleng ini tidak mengerti apa-apa. Ketua DPRD itu tidak punya kewenangan untuk menyatakan kasus itu clear,” tegas Jro Budiasa. Bukan sekadar menyayangkan pernyataan Ketua DPRD Buleleng itu, tetapi mereka mengancam akan menduduki Gedung DPRD Buleleng dan memaksa DPRD Buleleng untuk membentuk Pansus Bukti Ser-gate. “Saya sudah kasih tahu di DPRD, kalau DPRD main-main, kami akan duduki DPRD sampai menunggu putusan pimpinan DPRD Buleleng,” tandas Anton. (Smty)
© Copyright 2022 - Bali Berkabar